SLIDER

[ Tea and Koffie ] Sapu Lidi Perawat Candi Sari

Monday 29 May 2017 | 10 comments



"Merawat memang bukan pekerjaan mudah!"

Hanya ada satu orang pengunjung sebelum kami datang. Ia tengah sibuk merekam sekeliling area dengan kamera ditangannya. Nampak sekilas raut bahagia saat melihat kedatangan aku dan S. Yang kemudian aku pahami bahwa raut bahagia tersebut tak lain karena kami bisa membantunya merekam diri. 

Untuk urusan ini, tentu saja S yang membantunya karena ia lebih mumpuni. Aku  memilih beralih dari mereka perlahan-lahan lalu mulai berjalan mengelilingi area yang konon dibangun di abad ketujuh ini. Sambil sesekali mendekati bangunan inti untuk menghirup aromanya. 

Kebiasaan yang kadang membuat beberapa orang yang melihat mengernyitkan dahi. "Menghirupnya mungkin bisa membuatmu awet muda", biasanya kuberi alasan asal sambil terkekeh  kemudian berlalu. Sekadar membuat dahi mereka kembali lurus dari gurat tanya.

Baca: Tangga Batu di Candi Sambisari

Di salah satu sisi bangunan  aku kembali bertemu dengan  staf yang melayani di loket tadi. Saat aku melihatnya, ia ada di sana. Masih lengkap dengan baju olahraga hari Jumat, ia dan seorang rekannya tengah ‘menempel’ di dinding candi.

Tangan kanannya  berpegang pada batuan. Badannya dicondongkan ke depan. Satu kakinya berpijak di dasar sedang sebelah lainnya diayunkan ke belakang kemudian berpijak pada batuan yang lebih tinggi untuk menyelaraskan keseimbangan.

“Ini membersihkan batu dari lumut, Mbak”, jawabnya ketika aku bertanya apa yang sedang dilakukan. 

Nampaknya, karena posisi ‘menempel’ -nya itu, tangan kirinya bisa leluasa dan nyaman membersihkan lumut di bebatuan yang dibantu  dengan sebuah alat sederhana.

salah seorang staf candi sari yang tengah membersihkan candi – photo by Swesthi Charika
Pakenya ini, ngga boleh pake bahan kimia”, seakan menebak pertanyaanku berikutnya dia menambahkan sambil menunjukkan pembersih lumut candi berbentuk sapu lidi kecil yang sedari tadi ia gunakan. 

Ya, bahan kimia adalah zat yang harus dihindari dalam proses merawat bangunan peninggalan sejarah. Bisa-bisa, niat merawat justru berimbas perusakan pada batu-batuannya.

sepasang sandal jepit– photo by Swesthi Charika
Si Hijau dan Sang Abu-abu – photo by Swesthi Charika
batuan sari – photo by Swesthi Charika
Saat musim penghujan, ini menjadi aktivitas yang wajar bagi mereka untuk merawat 'Sari'. Membersihkan Si Hijau yang mulai muncul dan tumbuh di celah maupun bebatuannya secara manual.

Untuk ketinggian yang relatif masih aman dan terjangkau, mereka akan melakukannya seperti ini. Namun untuk ketinggian lebih lanjut dan tentu berisiko, mereka menggunakan tangga yang dipakai bergantian dengan Candi Kalasan.
***
  
Ketika berniat bergegas untuk kembali berkeliling, dua staff ini menambahkan cerita-cerita lain tentang Candi Sari padaku dan S dengan begitu semangat. Kami pun mengurungkan niat dan memberi waktu lebih. Berterimakasih.

Bukankah sapu lidinya tidak akan seberguna itu tanpa mereka yang rela dan tidak malas untuk menggerakkannya. Sekalipun atas nama pekerjaan.


Candi Sari, April 2016
Salam,
Tea and Koffie  
------------------------------------------------------------------------------------------

Tea and Koffie adalah catatan dan celoteh iseng 2 orang kontradiktif. Seorang penyuka teh yang tidak boleh meminum teh. Dan seorang penyuka kopi yang tidak disarankan meminum kopi.

Tentang Kembali Bersahabat dengan Air

Saturday 20 May 2017 | 18 comments

Penghujung 2016 menjadi waktu yang cukup sibuk buat saya. 

Diakhir tahun kemarin itu saya sedang bergelut dengan segala macam persiapan untuk kerja sama dan juga launching produk baru awal tahun di usaha saya.

Dan.

Saya kembali ke dunia kerja. Yang otomatis membuat saya berjumpa kembali dengan ritmenya, yaa segala macam jobdesk, perencanaan-perencanaan, target, dan juga DEADLINE.

Keduanya sama-sama membuat saya  menghabiskan waktu cukup banyak di luar rumah dan cukup intensif di depan layar komputer. Eww!

Eh, tapi saya sih seneng-seneng aja.  

Iya, saya enjoy menjalani kesibukan saya saat itu. Mungkin karena saya menjalani pekerjaan yang saya sukai ya. Meski capek dan menyita waktu tapi banyak senengnya juga. Jadi saya tetap masih haha-hihi. Terlebih si anak wedhok yang sudah di sapih itu jadi lebih kooperatif melihat ibunya wara-wari. Makasih, Dek :*

Hanya saja, segala sesuatu memang butuh seimbang.

Saya yang terlampau excited ternyata lupa memperhatikan hal lainnya.

Akhirnya di awal 2017, saya tumbang.

Iya, fisik saya kalah. Saya mengabaikan asupan buat fisik. Efek kurang memperhatikan kesehatan ini imbasnya memang ngga enak dan juga bikin sedih. Selain sakit dan terpaksa harus istirahat, saya juga harus merelakan memundurkan jadwal launching produk baru dan mencancel beberapa pekerjaan. 

Setelah sembuh. Ngga lama eh saya ambruk lagi. Ke dokter lagi. Agak sehat. Sibuk dikit. Tepar lagi. Hih!

Daya tahan tubuh saya merosot. Saya sampe bosen berobat. Dokternya juga kayaknya bosen ketemu saya. Sampe akhirnya dokter paruh baya yang pelit senyum tapi saya tau beliau baik hati itu, sambil ngasih resep obat nyempilin nasehat:

Mbak ini olahraga aja, seminggu 3x. Udah ngga usah sakit-sakit lagi. Ngga usah minum obat.

JLEB! JLEB!

Ya, Pak Dokter memang benar. Saya kurang banget olahraga. Bahkan dipenghujung tahun itu memang tidak sama sekali. Ini yang bikin daya tahan tubuh saya lemah. Saya ingat betul di 2015 saat saya getol-getolnya berolahraga. Badan terasa lebih fit. Jarang capek. Bisa ngelakuin ini-itu tanpa mudah tumbang. 

***
Kembali Bersahabat dengan Air
Dilalahnya beberapa hari setelahnya Si Unyil nyeletuk “Ibu, aku mau berenang”. 

Lhaah iya, kenapa ngga berenang aja ya” pikir saya. Maksudnya berenang beneran, Karena biasanya kalau nganter anak wedhok berenang kan cuma ikut berenang-berenang unyu di tempat anak-anak. Jatohnya ya cuma nemenin sambil kecipak-kecipuk doang. Ngga beneran olahraga.

Saya langsung peluk si anak sambil bilang "Okee". Dia seneng banget.

Mas Suami pas denger niat ini  juga seneng-seneng aja. Secara dia suka banget main air haha. Rela banget deh buat nganterin. 

Anak seneng, Suami seneng, saya juga. Yeay. 
kembali bersahabat dengan air
Akhirnya  beberapa bulan terakhir saya dan keluarga bikin jadwal rutin buat berenang. Paling ngga seminggu sekali. Lebih dari itu lebih bagus.

Nyatanya memang ada perubahan yang cukup positif, meskipun kalau dirasa-rasa sih jadwal renang kami belum cukup intensif.  Diantara manfaat  berenang yang ada puluhan itu kalau di googling, setidaknya ini yang sudah saya rasakan: 

1. Menguatkan Daya Tahan Tubuh
Awalnya suami yang "ngeh" duluan. 

"Sekarang kamu jadi jarang masuk angin ya"

Ah, iya. Bener.  Saya emang jadi jarang masuk angin. Padahal beberapa waktu terakhir kerjaan saya lebih banyak di outdoor dan tempat-tempat terbuka yang udaranya ga terprediksi. Kalau sebelumnya jangan ditanya deh. Jadwal tiba-tiba merayap atau kena angin dikit langsung masuk anginlah, radanglah, flu-batuklah. Dan sekarang jauh berkurang :).


2. Melatih Pernapasan
Awal mulai berenang kemarin kan saya udah lama banget ngga olahraga. Kerasa banget deh ngos-ngosannya waktu ambil napas. Semakin sering berenang makin kerasa sih perubahannya. Kalau diawal berenang sampe ujung udah ngos-ngosan sekarang kalau bolak-balik lah baru kerasa. Lumayan lah ya hehe.
:)
3. Merilekskan Diri
Nah, yang saya suka dari berenang meski badan kita bergerak semua ngga kerasa capek. Paling ngga, ngga secapek kalo kita melakukan gerakan yang sama di darat. Malah kerasa nyaman dan rileks. Apalagi pas  full mengapung baik terlentang maupun tengkurep. Badan  memasrahkan diri di air, kerasa banget rileksnya.
Konon, memang gerakan di air meningkatkan hormon endorfin di otak sehingga membuat kita menjadi tenang dan nyaman. Sepertinya memang benar :)
rileks dan nyaman
4. Alternatif Rekreasi 
Jika rekreasi disebut kegiatan yang mampu menyegarkan jasmani dan rohani dan menimbulkan kegembiraan maka saya dan keluarga merasakannya. Saya meski hanya perenang santai tetep menikmati main-main di air. Suami dan anak mah ngga usah ditanya. Susah disuruh berenti.

Imbas positif lainnya, kalau dulu olahraga dan rekreasi keluarga beda pengeluaran eh sekarang malah bisa sekali mendayung. Jadi satu. Yup, berenang jadi ajang olahraga plus ajang rekreasi.

Apalagi biaya berenang di Jogja masih sangat terjangkau (Kapan-kapan saya ulas deh). Setidaknya jauh lebih murah dibanding rekreasi ke Mall. Belum buat jajannya, makannya, dan BELANJAnya.

Ya ampun pantesan suami seneng kalau diajak berenang hahaa :D
seneng amat, Bu?
duo anak-bapak yang seneng banget sama air
Memperkuat Asupan yang Alami
Mengingat pesan Pak Dokter buat ngga usah minum-minum obat, selain berenang saya juga jadi cari alternatif lain buat menambah asupan dari dalam. Trus saya ingat waktu saya sering sakit-sakit kemarin Tante saya sempet bilang "Coba deh kamu rajin minum air temulawak biar ngga gampang sakit". Iya, dia bilang begitu karena sudah melakukan dan merasakan manfaatnya. "Kalau ribet ngrebus, beli aja herbadrink", Tante saya menambahkan.

Saya pilih sarannya yang kedua buat beli herbadrink. Dari hasil cari tau akhirnya saya ketemu produknya, Sari Temulawak, yang diproses dengan tetap mempertahankan manfaat alaminya. Dan bener,  memang salah satu manfaatnya untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pas banget sama yang saya butuhin sekarang. Trus yang ngga kalah penting juga, tanpa bahan pengawet.  Langsung deh dibeli. Apalagi warna bungkusnya kuning. Warna kesukaan. Berasa dapet bonus deh haha. *Dasar wanita*.

Soal rasa, untuk ukuran minuman herbal dia ngga pahit. Tapi  juga ngga terlalu manis. Manisnya pas.

Minumnya bisa tiap pagi sebelum beraktivitas. Tapi sebenernya sih bebas menyesuaikan kebiasaan masing-masing. Mau pagi, boleh...siang, sore, atau malem...monggo.

Nah, kalau berenang saya juga suka bawa. Awalnya karena di tempat saya renang biasanya dikasih softdrink. Padahal saya lagi mengurangi, apalagi yang bersoda. Akhirnya kepikiran deh buat bawa aja sari temulawaknya kalau berenang.

Lagian praktis juga, tinggal seduh, jadi deh. Ini bisa dibikin pake air dingin maupun panas. Tapi kalau lagi berenang saya suka bikin pake air panas. Maksudnya biar bisa jadi penghangat sebelum atau sesudah berenang gitu. Cocok kaan. 

termos  dan herbadrink yang ngga boleh ketinggalan ;)
berenang dan asupan alami
minuman penguat daya tahan tubuh
Bagi saya membiasakan kembali untuk berenang (olahraga) secara teratur  dan juga memberi asupan alami menjadi kombinasi yang cukup baik untuk daya tahan tubuh saya.

Hidup sehat memang nampak sulit dijalani meskipun manfaatnya jauh di atasnya. Butuh niat yang super kuat dan juga orang-orang terdekat untuk membantu mengingatkan. Lagi-lagi karena kesehatan adalah anugerah yang tak terbeli. Maka untuk yang sedang dan selalu diberi kesehatan, bersyukurlah. 



Salam Bugar,



Kachan 



Mamahke Jogja, Mencitarasakan Jogja dalam Sebuah Cake

Sunday 14 May 2017 | 32 comments


Siang itu sebuah tempat di Selatan Tamansari Jogja nampak begitu cerah meriah. Balutan dekorasi yang didominasi warna merah serta pakaian tamu dengan warna senada menambah semarak tempat itu. Membuat orang-orang yang lalu-lalang menoleh bahkan berhenti untuk melihat. 

 ***

 Mamahke Jogja?

Yup, Mamahke Jogja, gerai cake baru milik artis cantik Zaskia Mecca dan sutradara kenamaan Hanung Bramantyo itu cukup berhasil menarik perhatian masyarakat di awal-awal kemunculannya. 

Bahkan namanya saja sudah bikin orang bertanya-bertanya. Sebagian orang pasti akan refleks mengucapkan seperti "Mamah ke Jogja" lhaa mamahnya siapa yang ke Jogja? ;)

Ternyata yang benar adalah Mamahke Jogja (ke-nya dibaca seperti kecap). "Mamahke" berasal dari bahasa Jawa yang artinya memamah  atau mengunyah. Mengunyah sendiri erat kaitannya dengan mencitarasakan makanan. Jadi, Mamahke Jogja artinya kurang lebih adalah mencitarasakan Jogja dalam sebuah kue / cake.

red squad, ikut menyemarakkan suasana ;)
***

Sulit mencari dessert di Jogja  yang cocok dilidah, adalah salah satu alasan yang melatarbelakangi Kia dan Mas Hanung merambah bisnis kuliner dan membuat Mamahke ini . Yaampun nulisnya Kia haha. Sok akrab ya aku. Gapapa ya. Ketauan banget suka mantengin IG mamahnya anak usil nan lucu, Kalamadali ini. Tadinya malah mau nulis Bia tapi kayaknya kok...eh, lhaah malah dibahas :")

Lanjut ah.

Alasan lainnya, Kia yang cukup sering pulang ke kota asal sang suami ini sering dibuat mati gaya. Karena termasuk orang yang ngga bisa diem, Kia jadi bingung harus menghabiskan waktunya untuk melakukan kegiatan apa selama di Jogja.

Ide ini mulai terbersit ketika melihat sang mertua membuat kue yang menurutnya enak dilidah. Dari resep awal tersebut kemudian Kia mulai mengembangkannya. Kemudian dibuatlah variasi-variasi yang disesuaikan dengan keinginannya.

***

Varian Rasa Mamahke Jogja?

Secara visual penampilan Mamahke cukup menarik perhatian terutama kaum hawa (eh, iya ga sih?;p). Kuenya feminim sih. Wujudnya enak dilihat dan punya warna-warna yang menggugah mata dan selera.

Buat saya yang praktisi kuliner amatir, paling suka sama komposisinya. Lapisan pertamanya adalah cake. Kemudian bagian lapisan tengahnya diisi pastry yang bikin sensasi krenyes-krenyes kalau digigit plus dibalut krim yang lumer meleleh-leleh. Abis itu dilapisin  lagi sama cake. Dan bagian atasnya masih dilapisin toping sesuai rasa. Karena cake-nya ngga tebel-tebel banget jadi rasa lapisan tengah dan topingnya ngga kalah. 

Mamahke sendiri punya 6 varian rasa. Ada Tiramitsu, Choco Banana, Doble Chocolate, Choco Greentea, Red Velvet, dan Cheese. Kemarin saya sempat nyicip 3 rasa : Choco Banana, Choco Greentea, dan Cheese. 

Baca juga: Kue-kue Cantik The Harvest  Akhirnya Hadir di Jogja

Diantara ketiganya saya paling suka Choco Banana. Agak kaget sih karena biasanya saya ngga terlalu suka kue yang berasa pisang. Mungkin karena rasa pisangnya tidak terlalu pekat saya justru malah doyan. Trus makin pas ketika bertemu krimnya yang manis tapi ngga bikin eneg. Favorit!

Sedangkan yang Choco Greentea saya ternyata kurang cocok. Mungkin lidah saya kurang bisa menerima perpaduan cokelat dan greentea. Tapi sebagian teman-teman saya sih bilang kalau rasanya unik.

Kalau yang rasa Cheese, ah ini ngga usah ditanya. Selalu menjadi yang paling mudah diterima lidah saya ehehehee. Rasanya emang paling aman dan nyaman (eh ini ngomongin kue, kan? ;p).

tiramitsu
choco banana. favorit!
double chocolate
choco greentea
red velvet
cheese
Untuk ketahanan kuenya sendiri. Di suhu ruangan bertahan 3-4 hari. Sedangkan di suhu dingin lebih lama, 5-7 hari. 

***
Lokasi ?
Nah, ngomongin soal pemilihan lokasi,  Kia dan Mas Hanung ini memang cukup pandai. Letaknya tepat berada di tengah pusat wisata Jogjakarta. Jadi kalau kamu abis capek main sepeda lampu di Alun-alun Kidul tinggal cus ke arah Barat. Nah, pas pertigaan Jl Taman nengok aja dikit ke kanan, keliatan deh Mamahke ini. Atau kamu dari Tamansari. Ah, itu mah tinggal jalan aja ke Selatannya. Alamat tepatnya di Jalan Taman KT 1/329 (Selatan pintu masuk Tamansari). 

lokasi. sumber: IG @mamahkejogja

Yakaaan? strategis. Cukup mudah digapai masyarakat dan wisatawan. Bukan hanya yang sedang wisata di kawasan Keraton. Yang dari pantai-pantai di Selatan, dari Kaliurang di Selatan, dari Kalibiru di Barat, atau abis jelajah Kotagede di Timur, nah mamahke ini di tengah-tengahnya.

Sayangnya kemarin belum sempet liat konsep tokonya secara utuh karena belum selesai. Iya, Kia dan Mas Hanung lebih fokus ngejar untuk testfood sebelum launching. Harapannya bisa menjadi masukan soal rasa sebelum benar-benar dipublish ke khalayak umum.

Buat yang penasaran, launching Mamahke Jogja rencananya akan dilangsungkan 19 Mei nanti. Yuk, ayuk ke sana. Saya juga belum nyobain 3 rasa lainnya :).


***

mamahke jogja, perpaduan kia dan mas hanung?
Konon, apa yang orang buat itu biasanya menjadi cerminan pemiliknya. Sepertinya berlaku juga pada Mamahke Jogja. Melihat Mamahke Jogja itu seperti melihat perpaduan dari Kia dan Mas Hanung. Mas Hanung yang masih kental budaya lokalnya dan  Kia yang mewakili wanita modern menghasilkan Mamahke Jogja, hasil perpaduan citarasa lokal dan modern :))



Salam Sukses,


Kachan



Adhistana Jogja, Ajang Tatap Muka Mewah bersama Sahabat

Saturday 6 May 2017 | 11 comments


Itu pertama kalinya saya tidur tanpa K semenjak dia lahir

Dan itu pertama kalinya pula K mengijinkan saya bermalam tanpa dia. 

Semenjak K lahir saya pernah berjanji dengan K untuk tidak menginap tanpanya sebelum dia berusia 2 tahun. 

Lhah, ternyata 2 tahun itu bukan waktu yang sebentar. Kadang, saya suka terbuai dengan dunia luar yang memang penuh godaan itu uhuhu.  Jadi, kalau dapet tawaran kerjaan di luar kota yang harus menginap saya tetep tanya ke dia "Dek, Ibu boleh ya kerja nginep di luar kota?". Dan jawaban "Enggak!!"-nya selalu bikin saya mingkem seketika.

Mungkin kemarin waktunya pas.
Perjanjian sudah selesai. R, suami saya, pun mengijinkan karena memang K sedang proses akhir sapih. Mungkin ini bisa jadi salah satu cara untuk mempermudah. Makin lengkap waktu si anak wedhok  mengangguk sambil bilang "boleh".

Anehnya, abis diijinin saya malah mewek. Lhoh, kok boleh sih ibu pergi nginep, Dek. (Ih, maumu apa sih, Bu!)
 ***

Setelah ngurus perbekalan dan segala macam persiapan ninggal R dan K semalaman, saya diantar R ke daerah Prawirotaman. Yup, saya dan dua orang sahabat menginap di Adhistana Hotel.

Alasannya, salah seorang sahabat kami pengen nginep di daerah turis sambil kulineran yang sedang hits. Iyain ajalah :"). Makanya, kawasan Prawirotaman cocok banget. Selain emang kawasan turis dan banyak tempat nginep lucuk. Juga bersarangnya makanan-makanan hits. Ada Via-via, II Tempo Del Gelato, Kedai Kebun, Meditterranea Resto, dll.

Sebenernya, Adhistana bukan pilihan awal. Dilalah iseng buka via aplikasi traveling, eh lagi ada Deal khusus member. Dapet harga 2 ratusan buat kamar Middle Superior. Sama pajak ++ jadi 300 ribu (udah included breakfast). Lumayan kan. Apalagi pas waktu itu hotel sekitarnya udah 500 ke atas. Pas libur Natal soalnya.

Oh ya, Adhistana juga punya tipe kamar dormitory khusus untuk wanita dan pria. Harganya di angka 100 ribuan. Satu kamarnya 6-8 orang.

teras depan
sepeda :)
Di bagian depan atasnya ada Lawas 613, Kafe yang juga menjadi tempat sarapan pengunjung hotel ini. Untuk harga sekian, sarapannya sendiri standar namun cukup beragam.  Ada potongan buah segar, jus dan kopi-teh, roti dan cake, susu dan sereal, mie, nasi goreng, sosis, nasi putih dan teman-temannya, dan juga nasi pecel (kalau ngga salah inget ;p)

tangga menuju lawas 613 cafe


lawas 613 cafe

Adhistana tidak sekecil yang saya bayangkan. Bagian belakangnya ternyata  lebih besar dari bangunan yang nampak di depan. Tembok dan interiornya didominasi warna putih dan kayu.

Di dekat lobi ada ruang tunggu dengan bangku-bangku yang nyaman. Disediakan juga rak berisi buku. Ah, selalu suka sama tempat yang menyediakan spot baca. Meski bukunya ngga banyak :)

Kamar yang kami tempati tidak terlalu luas tapi juga ngga sempit. Kasurnya pas untuk 2 orang. Tapi berhubung sahabat saya pengen tidur bertiga, jadi dia ninggalin adeknya sendirian di kamar sebelah dan nimbrung bareng. Karena ga bisa extra bed (mepet ruangannya) jadinya ini kasur ngepaaas banget buat bertiga haha. Untung aman dan ngga ada yang jatuh sampe pagi. Sempet heran juga kalau menyadari ukuran kami sekarang haha. Mungkin buat catatan,  boboknya kudu manner abis.


middle superior room
kamar-kamar
Kolam renangnya ngga terlalu besar. Mungkin sekitar 4 x 10 meter. Dalemnya pun kayaknya rata dari ujung keujung. Yang jelas ga lebih tinggi dari saya. Cocok buat yang suka renang-renang santai kayak saya. 

kolam renang
Pertama kali nginep tanpa anak, bisa ditebak. Menjelang malam saya yang rewel. Dikit-dikit WA suami. Mastiin ini-itu, udah dia lakuin belum. Puncaknya, saya mewek karena R bilang saya ngga boleh WA sama telpon lagi, apalagi minta ngobrol sama K. Takut dia yang repot kalau K tiba-tiba rewel nanyain ibuknya.

Akhirnya saya berenti mewek waktu ngeliat salah satu sahabat saya di kamar. Dia potret ibu pekerja yang tangguh. Hijrah dan berkarir di luar Pulau Jawa. Suami istri bekerja. Karena tuntutan kerjaan, sudah sering meninggalkan anaknya sekian lama ke luar pulau. Sedih. Banget! Tentu saja.

Saya mungkin mengerti tapi tidak bisa merasakan persisnya. Tapi darinya saya jadi tau, jika ingin kuat, setiap ibu pekerja memang harus punya batas ekspresi sendiri yang harus dinampakkan ke orang lain.
peluk-peluk
jangan hanya melihat orang dari luar jendela :)
eh, belum siap - grogi difoto suami yang abis ditinggal nginep semaleman :))
 ***

Semua rencana untuk eksplore Prawirotaman akhirnya batal. Kami memilih untuk menghabiskan waktu di hotel sembari cerita ini itu. Saling me-recharge diri. Itu pun rasanya masih kurang. Haha wanita pasti mengerti soal ini *uhuk *

Ah, bercerita dengan tatap muka memang selalu menjadi hal yang mewah. Terlebih dengan orang-orang terdekat :)


Terimakasih K dan R, atas kesempatannya :*
Salam, 


K
 ----------------------------------------------------------------------------------------
Adhisthana Hotel
Jl Prawirotaman 2 no 613 Mergangsan, Yogyakarta 55153
+62-274-413888
info@adhisthanahotel.com
sales@adhisthanahotel.com



© People & Place • Theme by Maira G.