Garuda Indonesia: Ngidam vs Pura-pura Nggak Hamil
Sunday 30 November 2014 | 32 comments
Kepiting Tersohor
"Gimana kalau kita ketemu di Bandara Balikpapan?", ucap R, suatu malam via telepon. "Nanti abis makan makan kepiting, kita jalan-jalan dulu satu-dua hari baru balik Banjarmasin", tambahnya.
Seafood satu ini sudah berbulan-bulan jadi makanan idaman saya yang belum keturutan. Sebenarnya bisa saja beli di Jogja. Tapi ngga ngidam namanya kalau belum pengen yang rada aneh hehe.
Saya ngidam kepiting bukan sembarang kepiting, melainkan kepiting tersohor yang di jual di Balikpapan. Duh!. Dalam sejarah sekian bulan hamil tanpa pengen macem-macem, akhirnya di trimester kedua muncullah keinginan ini. Sayangnya, beberapa teman yang sebelumnya tugas di Balikpapan sudah pindah ke tempat lain. Jadi tidak ada yang bisa dititipi. R pernah merencanakan untuk pulang ke Jogja dengan transit terlebih dahulu di Balikpapan. Namun berakhir sekadar rencana. Iya, setelah diperhitungkan rencana itu akan lumayan memotong waktu libur di Jogja. Jadi sayang waktu. Glek! Akhirnya air liur ini ditelan lagi deh :(.
Saya ngidam kepiting bukan sembarang kepiting, melainkan kepiting tersohor yang di jual di Balikpapan. Duh!. Dalam sejarah sekian bulan hamil tanpa pengen macem-macem, akhirnya di trimester kedua muncullah keinginan ini. Sayangnya, beberapa teman yang sebelumnya tugas di Balikpapan sudah pindah ke tempat lain. Jadi tidak ada yang bisa dititipi. R pernah merencanakan untuk pulang ke Jogja dengan transit terlebih dahulu di Balikpapan. Namun berakhir sekadar rencana. Iya, setelah diperhitungkan rencana itu akan lumayan memotong waktu libur di Jogja. Jadi sayang waktu. Glek! Akhirnya air liur ini ditelan lagi deh :(.
Sadar akan keinginan istri yang belum tercapai ini maka R menyetuskan rencana di atas. Kebetulan sejak awal saya dan suami memang sudah meniatkan untuk jalan-jalan ketika usia kandungan memasuki minggu aman untuk terbang. Tanpa berpikir lama akhirnya saya menjawab, "Oke, boleh juga, makan kepiting dan jalan-jalan ke Balikpapan..yeaayyy".
Kepiting oh kepiting saya dataaangg...
Kepiting oh kepiting saya dataaangg...
***
Sesuai request R ditelepon "Naik Garuda Indonesia aja ya", maka saya mulai sibuk ngintip jadwal dan harga tiket di Garuda termasuk Garuda Balikpapan, yang menangani penerbangan dari dan ke Kalimantan Timur.
Namun, apa mau dikata, menjelang hari keberangkatan masalah kabut asap mencuat dan ramai diberitakan. Bandara Balikpapan menjadi salah satu tempat yang terkena imbas sehingga beberapa penerbangan ditunda. Tidak mau mengambil risiko, akhirnya saya dan R mengubah rencana kami. Perjalanan Jogja - Balikpapan - Banjarmasin dicancel menjadi langsung ke Jogja - Banjarmasin. Untungnya kami belum memesan tiket ke Balikpapan sehingga tidak perlu mengurus pengancelan.
Cuma, kenyataan pahitnya adalah saya harus merelakan kembali menunda makan kepiting idaman yang tersohor seantero Indonesia itu. Huaa sakitnya tuh di sini :( *tunjuk perut gembul*.
Cuma, kenyataan pahitnya adalah saya harus merelakan kembali menunda makan kepiting idaman yang tersohor seantero Indonesia itu. Huaa sakitnya tuh di sini :( *tunjuk perut gembul*.
Setidaknya sebuah perjalanan lintas pulau tetap mengobati saya yang udah 'nganggur' lama di Jogja. Maka, hari-hari berikutnya pun saya kembali semangat untuk mencari tiket pesawat ke Banjarmasin.
Suami mengingatkan lagi untuk memakai jasa Garuda Indonesia. R bilang, dia pengen saya dan si dedek nyaman selama perjalanan karena dia ngga ikut nemenin. "Siap, Boss", ucap saya. Sepertinya suami memang punya kepercayaan khusus pada maskapai satu ini.
Suami mengingatkan lagi untuk memakai jasa Garuda Indonesia. R bilang, dia pengen saya dan si dedek nyaman selama perjalanan karena dia ngga ikut nemenin. "Siap, Boss", ucap saya. Sepertinya suami memang punya kepercayaan khusus pada maskapai satu ini.
***
Garuda Indonesia dan Alat Deteksi Kepura-puraan ;)
Tiket akhirnya sudah ditangan. Namun ternyata masih ada satu lagi kegundahan di hati saya. Ini adalah pengalaman pertama saya terbang dengan kondisi hamil. Saya pernah mendengar kalau wanita hamil harus punya/membawa surat keterangan khusus saat mau naik pesawat. Saya kemudian ingat seorang teman yang pernah terbang ketika hamil, dan langsung menghubunginya.
"Kalau aku dulu ngga ngurus surat, chan. Soalnya perutku belum keliatan kayak orang hamil jadi ngga ketahuan hihi", jawabnya via chat.
Dasar! temenku ini emang kecil-kecil tapi suka iseng. Masalahnya, karena yang bertanya juga punya riwayat iseng serupa, jadi mau ngga mau saya hampir mengikuti pengalamannya tsb. Kebetulan hal yang sama terjadi pada saya. Di usia kandungan saya waktu itu perut saya tergolong kecil. Di satu sisi senang karena masih keliatan ramping *eh*. Tapi lebih banyak sebalnya karena sering tidak mendapat fasilitas layak di area publik sesuai dengan kondisi. Akhirnya saya membiasakan diri untuk sibuk elus-elus perut atau jalan dengan perut agak dimaju-majuin.
Tiba-tiba, teman saya menambahkan "Tapi bikin aja, chan surat keterangan dokter. Kalau nanti ketahuan hamil malah ribet harus ke ngurus-ngurus di bandaranya".
Ah meskipun agak iseng ternyata dia bisa ngasih saran bijak juga. Setelah menimbang-nimbang saya pun mengikuti saran keduanya. Mengurus surat keterangan dokter untuk terbang.
Dasar! temenku ini emang kecil-kecil tapi suka iseng. Masalahnya, karena yang bertanya juga punya riwayat iseng serupa, jadi mau ngga mau saya hampir mengikuti pengalamannya tsb. Kebetulan hal yang sama terjadi pada saya. Di usia kandungan saya waktu itu perut saya tergolong kecil. Di satu sisi senang karena masih keliatan ramping *eh*. Tapi lebih banyak sebalnya karena sering tidak mendapat fasilitas layak di area publik sesuai dengan kondisi. Akhirnya saya membiasakan diri untuk sibuk elus-elus perut atau jalan dengan perut agak dimaju-majuin.
Tiba-tiba, teman saya menambahkan "Tapi bikin aja, chan surat keterangan dokter. Kalau nanti ketahuan hamil malah ribet harus ke ngurus-ngurus di bandaranya".
Ah meskipun agak iseng ternyata dia bisa ngasih saran bijak juga. Setelah menimbang-nimbang saya pun mengikuti saran keduanya. Mengurus surat keterangan dokter untuk terbang.
***
Hari - H tiba.
Packing-an = siap. Tiket = aman. Surat dokter = sip.
Entah ada angin apa, mulai dari pagi hasrat petualangan iseng saya kumat. Tiba-tiba saya ingin selama penerbangan nanti ngga ketauan hamil alias ngikutin ulah teman saya itu. Ah, saya benar-benar ibulabil petualang.
Akhirnya saya memutuskan diri untuk 'pura-pura nggak hamil'. Sisa waktu sebelum keberangkatan saya pakai untuk mematut-matut diri di cermin sembari menyiapkan pakaian yang mendukung rencana (niat banget). Saya pakai celana kain, kaos longgar, cardigan longgar, ditambah kain cantik yang diselampirkan di badan ala-ala ibu pejabat. Niatnya buat nutupin perut sambil buat gaya..hehe. Perfect!
Packing-an = siap. Tiket = aman. Surat dokter = sip.
Entah ada angin apa, mulai dari pagi hasrat petualangan iseng saya kumat. Tiba-tiba saya ingin selama penerbangan nanti ngga ketauan hamil alias ngikutin ulah teman saya itu. Ah, saya benar-benar ibu
Akhirnya saya memutuskan diri untuk 'pura-pura nggak hamil'. Sisa waktu sebelum keberangkatan saya pakai untuk mematut-matut diri di cermin sembari menyiapkan pakaian yang mendukung rencana (niat banget). Saya pakai celana kain, kaos longgar, cardigan longgar, ditambah kain cantik yang diselampirkan di badan ala-ala ibu pejabat. Niatnya buat nutupin perut sambil buat gaya..hehe. Perfect!
Sampai bandara saya segera menuju counter check-in Garuda Indonesia. Karena niat awal mau jujur kondisi hamil saya ngga pakai jasa web check-in. Soalnya wanita hamil termasuk dalam daftar yang harus check-in secara langsung. Untungnya, counter check-in Garuda Indonesia nyaman karena hampir tidak pernah ada antrian berjubel. Salah satunya karena counter check-innya ada lebih dari satu. Saya bahkan tidak perlu antri.
Ketika si mbak staf mulai melakukan pengecekan tiket saya merasa menan,g karena sepertinya 'pura-pura ngga hamil saya' berhasil. Ada kebahagiaan tersendiri dari berbuat iseng *self jewer*.
Tiba-tiba si mbak staf Garuda Indonesia bertanya "Ibu sedang hamil, ya?".
Duh kok ketauan, suara refleks dalam hati saya. Jangan-jangan Garuda punya alat deteksi kepura-puraan. Wuihh canggih juga ya. Eh, akhirnya saya baru menyadari kecerobohan saya dalam akting kali ini. Meski atribut sudah maksimal tapi saya masih refleks elus-elus perut khas ibu hamil. Yo wislah (baca: ya sudahlah), sambil senyum saya jawab "Iya, mba". Sebelum ditanya lebih lanjut saya langsung menyodorkan surat keterangan dokter untuk terbang.
Hikmahnya, surat yang sudah diurus jadi tidak sia-sia. Lagipula, jujur ya, ternyata dalam hati saya lebih girang daripada sedih karena rencana gagal. Selama ini orang sering ngga menyadari saya hamil. Tapi si mba staf tadi bisa membaca gerak gerik saya. Horaayyy.
penampakan surat keterangan dokter. foto: doc. pribadi |
Sambil masih senyum-senyum girang ngga jelas saya request untuk duduk di dekat jendela, setidaknya tidak di aisle. "Iya, Bu akan saya carikan yang nyaman", jawab mba staf yang baik dan perhatian itu.
***
Pelayanan Prima untuk Ibu dan si Unyil dalam Perut, "terimakasih.."
Setelahnya, ada kejadian menarik yang saya alami saat antri di gate menuju pesawat. Seorang ibu paruh baya dengan banyak belanjaan oleh-oleh ditangannya tiba-tiba menabrak saya dan langsung maju ke antrian di depan saya. Saya yang anti perilaku ngga antri lantas menegur "Ibu, tolong antri ya". Si ibu hanya melirik saya tapi tidak kembali ke belakang saya melainkan menyejajarkan diri dengan saya. Sebal. Tapi katanya orang hamil harus jaga emosi. Saat giliran tiket saya akan diperiksa si ibu kembali maju menyerobot ke depan saya. Olala, Bu. Sebelum saya sempat protes, staf pria yang memeriksa tiket langsung berkata "Maaf ibu, sesuai antrian, Ibu ini (menunjuk saya) lebih dulu". Ibu itu akhirnya diam selama tiket saya dicek. Rasanya senang dan lega ketika hak saya diperjuangkan. Beberapa kali saya menghadapi situasi serupa namun pihak ketiganya cenderung diam saya tidak berani menengahi. Kali ini berbeda, karena staf pria tsb selain turut menegakkan hak seseorang juga menggunakan bahasa yang nyaman untuk kedua belah pihak. Jadi bisa menyetop potensi debat sekaligus memberi contoh yang baik soal budaya antri.
Terimakasih mas staf Garuda Indonesia.
Baru saja sampai pintu pesawat, seorang pramugari cantik tiba-tiba bertanya "Ibu, usia kehamilannya berapa minggu?". Setelah dua kali ketauan hamil oleh staf Garuda Indonesia saya jadi yakin bahwa para stafnya dibekali ilmu khusus membaca tanda-tanda wanita hamil. Mereka punya mata-mata tajam yang bisa menelisik jauh kondisi para penumpangnya *lebay*. Pasti Garuda punya sistem yang terintegerasi sehingga data wanita hamil saat itu langsung terlaporkan ke awak kabin. Jadi sedari penyambutan pramugarinya mulai mencari-cari sang terlapor itu lewat mata elang mereka.
Setelah menjawab pertanyaan si mba pramugari (sebut saja mba P) soal usia kehamilan, dia langsung menawarkan diri untuk membawakan tas, mengantarkan sampai tempat duduk, dan membantu memasukkan tas saya ke kabin.
Setelah menjawab pertanyaan si mba pramugari (sebut saja mba P) soal usia kehamilan, dia langsung menawarkan diri untuk membawakan tas, mengantarkan sampai tempat duduk, dan membantu memasukkan tas saya ke kabin.
Tempat duduk yang dipilihkan untuk saya ternyata benar-benar nyaman. Selain sesuai request, satu deretan bangku saya dibuat kosong. Saya sempat intip ke depan, samping, dan belakang. Penumpang cukup penuh. Jadi saya boleh dong geer kalau ini memang fasilitas khusus yang disengaja. Jadi feeling saya, selama deretan kursi lain masih tersedia penumpang lain dibiarkan mengisi tempat itu dahulu. Saya bener ngga sih, Mas, Mba?:)
Menjelang take off saya sempat rada deg-degan juga. Si dedek saat itu sedang senangnya muter-muter dan guling-guling diperut. Saya takut dia ngga nyaman atau semacamnya lantas muter-muter ngga karuan. Syukurlah, sang pilot yang juga ditunjang dengan mesin pesawat cukup cakap membawa kami terbang dengan halus dan lancar. Si dedek malah anteng sambil nikmatin pemandangan menuju tempat Bapaknya :).
melaju ke pulau seberang. foto: doc. pribadi |
Selain itu yang membuat perjalan terasa singkat tentu saja fasilitasnya, terutama makanan. Para pramugari/a-nya sibuk wara-wiri sambil memberikan snack, menawarkan permen, minuman berbagai rasa, dll. Mulut jadi ngga berhenti ngunyah.
Si mba P sendiri bolak-balik mendatangi saya untuk memastikan kenyamanan. Mulai dari menanyakan apakah saya butuh selimut, menawarkan saya butuh apa untuk merasa nyaman, sampai meminta saya untuk duduk selonjoran. Iya, akhirnya saya duduk selonjoran sambil selimutan karena dua deret bangku di sebelah kosong. Lumayan bisa duduk leyeh-leyeh, ngga pegal. Duh, makasih ya Mba P.
Tak terasa satu jam sudah. Sang pilot pun mengumumkan persiapan landing. Ternyata langit Banjarmasin siang itu pun turut disambangi si kabut asap. Saya yang biasanya tidak punya kepanikan berlebih saat naik pesawat mulai merasakan kepanikan. Entahlah, tiba-tiba muncul begitu saja. Takut landingnya tidak mulus, takut ini, takut itu. Mungkin benar, hormon saat hamil menambah sisi sensitif dan emosional seorang wanita.
Kepanikan berangsur turun ketika awak kabin kembali menginfokan bahwa persiapan landing dalam kondisi aman meski langit berkabut asap. Syukur alhamdulillah, pesawat benar-benar tidak mengalami kendala saat landing.
Kepanikan berangsur turun ketika awak kabin kembali menginfokan bahwa persiapan landing dalam kondisi aman meski langit berkabut asap. Syukur alhamdulillah, pesawat benar-benar tidak mengalami kendala saat landing.
sambutan asap di atas langit banjarmasin. foto: doc. pribadi |
Tepat setelah mendarat dengan lancar *lagi-lagi si dedek anteng sambil gerak-gerak manis di perut*., hujan deras mengguyur kawasan bandara. Para penumpang yang tidak sabar mulai beranjak dan berdesalan untuk keluar. Mas dan mba Pramugari meminta saya untuk menunggu dahulu agar tidak ikut berdesakkan. Setelah relatif lengang, mereka membantu mengambilkan tas saya, menemani turun sambil memayungi, mengingatkan tangga yang licin, kemudian mengucapkan salam "hati-hati, Bu".
hujan yang menyapu asap. foto: doc. pribadi |
Pengalaman terbang pertama kali dengan kondisi hamil ternyata membuat saya lebih memperhatikan pelayanan istimewa yang diberikan. Salut dengan stafnya yang berhasil menyadari kondisi saya sedari awal. Cukup membuat ibu satu ini insaf untuk iseng pada hal-hal yang berisiko. Dan saya sangat mengapreasiasi service excellent yang diberikan ini. Mungkin yang dilakukan staf dan awak kabin pada saya terlihat sebagai suatu kewajiban namun tidak semua bisa menjalankannya.
Buktinya adalah pengalaman yang saya alami sendiri. Beberapa waktu sesudahnya saya kembali melakukan perjalanan tetapi dengan maskapai lain. Ternyata, saat check-in saya lupa memberikan surat keterangan dokter yang sudah saya siapkan. Saya merasa surat tsb sudah dimasukkan ke dalam amplop tiket. Staf yang membantu check-in pun sepertinya tidak menyadari kehamilan saya jadi tidak bertanya. Saya baru menyadarinya setelah turun dari pesawat karena menemukan amplop surat dokter di tas. Berarti saya terbang tanpa ada yang tahu saya hamil. Untungnya sesuai keterangan dalam surat, saya saat itu dalam kondisi sehat dan boleh terbang. Bagaimana jika saya adalah ibu hamil yang sebenarnya tidak dalam kondisi sehat dan boleh terbang. Jika terjadi apa-apa dalam penerbangan tentu akan merepotkan banyak pihak.
***
Terimakasih untuk pelayanan prima dalam mengantarkan saya dan si dedek dalam perut ke Pulau tempat Bapaknya berada. Semoga saja bisa kembali mengantarkan saya ke Balikpapan untuk menyicip si kepiting tersohor itu ;)) *sampai sekarang masih ngidam*.
Saran saya untuk bumil-bumi lainnya, "Ngga perlu pura-pura ngga hamil kalau naik Garuda" :)
Salam Terbang,
Kachan
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------