SLIDER

Gue dan Si Item - Kacamata Kesayangan

Sunday 16 August 2020 | 0 comments

Hai, apakabar?

6 bulan setelah perubahan sistem kehidupan gue (dan juga kalian pastinya) karena kedatangan corona akhirnya gue nulis lagi. Ceritanya gue lagi rada rajin bersih-bersih foto-foto di hard disk dan laptop gitu, ngerapiin folder biar jelas dan hapusin yang ngga penting. Eh malah ketemu foto ini.

Si Itemku ;)
Si Itemku :*

Nih, kenalin! Yang teronggok di atas tas kanvas itu kacamata kesayangan gue pada masanya. 

Panggil aja dia Si Item :)

Kenapa sayang? karena gue ngerasa langsung *klik* sejak pertama kali liat dia di etalase kaca sebuah toko kecil di dekat kampus yang menjual benda-benda second-vintage-unik-aneh. Sayangnya sekarang udah tutup :(. Pertama liat gue langsung minta si penjaga toko- merangkap sahabat gue yang part time di sana buat ambilin buat nyoba langsung. Sekali pake langsung merasa diri keren. Cetusan "Lucu, kan?" dari gue dijawab anggukan kalem sama sahabat gue itu. Meski matanya keliatan banget ngga menyiratkan hal yang selaras haha.  Tapi waktu itu Si Item ngga langsung gue beli. Ngga tau sih kenapa. Akhirnya pas pulang ke rumah kepikiran deh. Kali kedua ke toko itu, langsung ngintip etalase.  Pas lihat ada, langsung sikat-bayar. 

Tapi emang bener ya, selera kita itu belum tentu sama dengan orang-orang terdekat. Boleh jadi kita bucin *uhuk* sama sesuatu/seseorang, orang lain malah bilang 'dih, males banget'. Nah, begitu pula dengan Si Item di mata orang-orang terdekat gue. 

Pertama Reza. Gue lupa-lupa inget dulu kami udah nikah atau belum. Waktu gue tunjukkin Si Item ke dia, responnya "Ih, kacamata ngga jelas banget".

Terus Kakak gue, yang emang seleranya beda sama gue, menunjukkan respon yang sesungguhnya sudah diduga sih. Semacam "Yaampun Ka, kok beli kacamata gitu sih-engga banget". Respon balik gue sih tetep santai, toh gue juga ngga sepaham sama dia yang suka pake kacamata hitam segede gaban nutupin muka :|

Nyokap, yang kalau ngomong super jujur, pertama kali gue pamerin langsung kaget "Ngapain sih, Ka! Kacamata kayak copet gitu kok dibeli". Komentar yang ngga pernah pudar dan berubah sepanjang gue pake kacamata ini di depannya "Duuuh kayak copet", "Ganti Ka, kayak copet". Gue pernah tanya, kenapa sih dibilang kayak copet mulu. Nyokap bilang jaman dulu (waktu nyokap masih muda) copet-copet tuh identik pake kacamata mirip yang gue punya itu. Ya bentuknya, ya framenya.  Hadeh -______-

Nih, padahal kece kan ya ;p
Tuh , kece kan Si Item ;p

Meski orang-orang dekat ngeluarin muka serasa pengen nabok nyuruh lepas saking anehnya, gue tetep sayang dan bawa Si Item, terutama ke tempat-tempat outdoor.  

Sayangnya, Si Item akhirnya ditemukan penyok waktu gue pindahan pasca lahiran. Bentuknya udah ngga oke karena miring sebelah banget. Masih sempet gue simpen meski ngga pernah dipake. Sampe akhirnya gue relain buat dibuang setelah baca buku Marie Kondo haha. Si Item udah rusak dan ngga sparkling joy lagi. Jadi gue ucapin makasih ke Si Item, terus buang *nampak samar-samar terdengar sorak sorai orang-orang terdekat. 

***

Kemarin, gara-gara liat foto Si Item ini gue jadi sadar kalau udah butuh kacamata hitam baru. Udah sempet kode-kode juga nih ke Pak Suami. Soalnya gue sama keluarga lebih sering main di outdoor dibandingkan indoor.  Mainnya siang-siang bolong, di waduk atau sungai pula. Bak dijemur dari -atas-bawah-samping, semua kena deh. Jadi, meski udah pake topi, mata juga tetep nyipit-nyipit silau kena cahaya. 

Sempet gue baca di website Halodoc (fyi, Halodoc ngga hanya aplikasi buat beli obat dan konsultasi ke dokter tapi juga punya web yang bikin ulasan tema-tema kesehatan gitu). Nah, artikel yang gue baca itu kurang lebih nulis kalau pake kacamata hitam juga bisa bantu mengurangi risiko  kerusakan kornea, lensa, dan retina karena paparan sinar UV secara langsung dalam waktu lama. Jadi pake kacamata hitam mah bukan sekadar bukan keren-kerenanlah ya. Tapi kalau bisa tetep beli yang keren. Niatnya buat melindungi mata, tapi kalau bikin keliatan kece, ya bonuslah ya :)

 

*Habis kelar nulis, lanjut googling kacamata idaman, pengganti Si Item ah

 

Salam,

 

K

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*Si Item kan gue beli di  thrif shop, toko yang jual barang second atau preloved. Otomatis dia emang bekas pakai. Moga aja bukan berasal dari era waktu nyokap gue muda. Jangan-jangan mantan pemiliknya.........

 



Yang Hangat dan Memikat di Pasar Rakyat

Sunday 9 February 2020 | 7 comments

Setiap weekend saya dan keluarga biasanya main keluar. Tapi, karena weekend ini Mas Bojo ada rencana keluar kota, kami sepakat untuk jalan-jalan di hari Jumatnya. Lhah kok, kebetulan malem sebelumnya Mas Bojo nemu iklan acara Pasar Rakyat di Instagram @plutjogja. Jelas, saya langsung mau, waktu tahu pasarnya menjual produk-produk lokal UKM (Usaha Kecil dan Menengah). 

Sebagai pelaku usaha, saya dan Mas Bojo suka mendatangi acara-acara seperti ini. Buat kami menarik banget bisa melihat produk-produk lokal. Kadang menemukan yang aneh, unik, otentik. Kok bisa ya? Ih Bagus ya? Kalau gemes banget, ngga sanggup pisah, dan duit cukup, ya dibeli. Kalau pun ngga, cukup lihat-lihat aja udah bikin bahagia hehe :)
 ***
Jumat siang, kelar Kinan pulang sekolah dan istirahat, kami berangkat ke Pakualam. Lokasi penyelenggaraan Pasar Rakyat ini di Alun-alun Sewandanan  Pakualam.

Karena Mas Bojo belum makan siang, sampai di sana, yang pertama kami telusuri adalah stan makanan. Pilihan Mas Bojo jatuh pada seporsi nasi, jangan ndeso (sayur tempe dan cabai hijau bersantan khas Wonosari), dan  tahu bacem dari stan yang dijaga seorang ibu ramah berbaju warna kunyit.
Sepiring Sego Jangan Ndeso + Tahu Bacem. Maknyuss
Ngga sekalian wader gorengnya buat tambahan lauk, Mba," ibu itu kembali menawarkan.

"Wah mau, Bu," sambut saya girang karena bertemu makanan kesukaan. 

Sembari menunggu Mas Bojo makan, saya ikut nyemil wader."Bu, wadernya enak dan bersih ya" puji saya. Bu Sari, nama ibu berbaju kunyit itu, membalas bahwa beliau selalu berusaha menjaga kualitas wader yang diolah. Meskipun ukuran ikannya kecil, tapi kotorannya dibersihkan satu per satu. Pantas saja, wadernya lebih ringan ketika dikunyah dan tidak ada rasa sedikit pahit yang biasanya saya kecap. Rupanya karena isinya dibersihkan. Salut loh. Karena ngga semua wader yang dijual dipasaran seperti ini. Murce pula. Sebungkus Rp10.000,- aja. 
Bersama Bu Sari
Waderku sayang
Membeli Produk Tanpa Uang
"Ini apa, Bu Sari?" tanya saya sembari memegang benda berat yang dibungkus rapi dengan daun janur kering.

"Itu gula aren dari Bengkulu, Mba" jawabnya. 

"Oh, ibu membeli dari Bengkulu?" sahut saya.

"Ngga, Mba, saya ngga beli tapi barter dengan UKM lain"

Gula Aren
Saya sempat mengernyitkan dahi. Barter? Hari gini? Saya memastikan karena takut salah dengar.  Ternyata, ngga salah. Setelah diceritakan saya baru paham. Rupanya yang dijaga Bu Sari ini adalah stan kumpulan UKM dari Gunung Kidul yang tergabung dalam Perwira (Perhimpunan Pengusaha Perempuan Indonesia). Anggota Perwira sendiri tersebar seantero Indonesia. Karena berada dalam naungan yang sama, unsur kepercayaan dapat tercipta hingga bisa melakukan barter di antara anggota. Jadi, Perwira cabang Gunung Kidul diminta mengirimkan Krecek Telo dan Patilo (Pati Telo) ke cabang Bengkulu. Sebagai barternya, mereka mengirimkan hasil produksi Gula Aren. Jadi, masing-masing bisa memasarkan produk yang diinginkan tanpa harus membeli dengan uang. 

Yang diproduksi Perwira Gunung Kidul bermacam-macam, mulai dari makanan, craft, maupun fashion. Namun yang dibawa sekarang lebih ke kuliner, seperti emping, bawang goreng, wedang uwuh, gatot kering yang sudah dipasarkan ke Birma, dan tepung gerut yang cocok dikonsumsi orang yang punya maag. 
Kisah Hangat: UKM Membantu Mengurangi KDRT 
Bu Sari cukup fasih menjawab banyak hal karena beliau adalah pengurus utama DPC Perwira Gunung Kidul. Cabang Gunung Kidul  menaungi 9 Kecamatan dengan jumlah anggota sekitar 900 orang.

"Ternyata banyak juga ya, Bu perempuan di Gunung Kidul yang punya UKM," ucap saya. 

"Awalnya kami juga melakukan pembinaan, Mba. Salah satu fokus kami berupaya mengurangi KDRT," sontak saya semakin mendekat ketika mendengar pernyataan ini. Beliau lantas menceritakan kisah yang terjadi di dalam anggotanya sendiri."Istri-istri itu lihat (gaya hidup) di TV/Handphone, kemudian pengen dan menuntut suami. Padahal suami hanya buruh serabutan." Hal ini menurut Bu Sari yang kemudian memicu terjadinya cekcok dan berujung pada tindakan KDRT. Korban KDRT ini bisa istri atau pun suaminya. Beberapa kasus, jika tidak kuat mental, bahkan memicu tindakan yang lebih jauh lagi.

Era sekarang dimana gaya hidup modern terpampang dengan jelas di layar TV maupun gadget membuat siapa saja mudah mengaksesnya, setiap hari, setiap waktu. Tanpa sadar, meski hanya melihat, kita sang penonton juga menjadikannya acuan, dasar, bahwa standar gaya hidup wajarnya kurang lebih seperti itu. Saya sendiri kadang seperti itu.

"Lantas sekarang seperti apa, Bu perubahannya?"

Meskipun isu KDRT sangat luas dan menyangkut berbagai faktor, namun Bu Sari menyoroti yang sudah terjadi dalam kelompoknya. Ada imbas positif yang terjadi. Dengan memiliki usaha dan mendapat penghasilan tambahan sendiri, para istri ini bisa memenuhi keinginannya. Tuntutan kepada pasangan menurun. Cekcok terkendali. Imbasnya, KDRT ikut berkurang. Mereka juga lebih jarang menghabiskan waktu untuk ngerumpi seperti dahulu dan bisa membeli apa yang diinginkan dengan uang tersebut. "Sekarang bisa beli alat untuk bersolek, Mba. Bisa dandan dan berpakaian rapi saat pertemuan. Saya senang sekali" lanjut beliau. Saya tanpa sadar ikut trenyuh dan senang mendengarnya. 

Selain itu, Bu Sari menambahkan bahwa ada pula anggotanya yang kini bisa kembali mengasuh anak berkat UKM. Dengan memiliki UKM ia bisa bekerja sembari menemani anak di rumah. Setelah sebelumnya ybs menjadi ART di luar kota dan terpaksa menitipkan pengasuhan anak kepada neneknya
 ***
Tapi, sistem produksi sebagian besar anggotanya memang tidak rutin setiap hari, ungkap Bu Sari. Misalnya, di musim tanam seperti sekarang ini, produksi mereka mandeg. Para istri ikut membantu nggarap sawah bersama suami. Setelah selesai musim ini, baru mereka kembali melakukan prouksi. 

Hal pemasaran, menjadi salah satu tanggungjawab Bu Sari dan pengurus lainya. Biasanya dijual dari mulut ke mulut, kepada rekan, kenalan, maupun kerjasama formal, dll. Jika ada yang berminat, seluruh produk UKM-nya juga bisa didapat di-showroom mereka yang bernama Griya Pohung, letaknya di Trimulya, Kepek. Di luar itu mereka juga sangat terbantu dengan event seperti Pasar Rakyat yang diselenggarakan oleh Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta. Acara seperti ini dapat mempromosikan produk mereka ke khalayak ramai. Juga menjangkau masyarakat yang mungkin belum tahu, seperti saya ini.

Sebelum pamit berkeliling, saya menarik bungkusan wader lagi. Siapa sangka bungkus pertama sudah hampir habis karena Mba Kinan juga doyan.
***
Saya kemudian mampir ke stan minuman yang dari tadi menarik perhatian karena namanya Japemete. Langsung inget bahasa prokem Jogja, Japemethe = Cah'e Dewe!(temen sendiri).
Es Teh Leci. Super Suegeeer.
Minuman utamanya sebenarnya kopi. Tapi karena sedang puasa kopi, saya pilih minuman kesukaan saya yang lain, Es Teh Leci. Untung ngga salah pilih. Tehnya terasa, ada biji selasihnya, ngga lupa glundungan leci di dalamnya. Biasanya dimakan terakhir, buat gong haha. Makin mantab karena harganya Rp10.000,- aja. Mba Kinan ikutan beli, suka juga dia. 

Ohya, kata Mas Ahmad, yang melayani, selain di pameran, gerainya ada di daerah Gambiran, Prawirotaman, dan Kemetiran. Kalau penasaran bisa intip IGnya @japemete_jogja
***
Masih ada satu stan lagi yang wajib saya kunjungi, yaitu stan perkainan. Karena biasanya saya luamaak di sini. Mas Bojo dan Mba Kinan sempat jalan sendiri buat jajan-jajan. 

Stan fashion Pasar Rakyat kemarin didominasi ecoprint. Memang, beberapa tahun terakhir ecoprint ini sedang naik daun dan menggeliat di pasaran kita. Jadi hampir di setiap pameran kain/fashion cukup terlihat menonjol. Tentunya ecoprint bisa mendapat hati di pasaran karena memang memiliki pesona yang juga istimewa. 

Saya betah melihat kain-kain dari cetakan tumbuhan asli baik daun, tangkai, bunga, maupun kayunya ini. Tekstur yang tercipta serta guratan yang terbentuk dari setiap bahan-bahan yang digunakan memunculkan perpaduan hasilnya memikat.  

Stan ecoprint milik Erna Herawati dkk ini cukup beragam karena tidak hanya dikain, tetapi juga ecoprint di kulit yang dibuat dompet dan sepatu. Unik ya. Saya sempat mencoba salah satu sepatu yang menarik. Bahannya enak dipakai. Cuma sayang, ukurannya kekecilan. Harga sepatu-sepatunya tersebut Rp350.000,-. Sayang, tidak tahu banyak info tentang produknya karena penjaga sedang kosong (istirahat sholat).
shawl-shawl
galau
sepatu-sepatu ecoprint
yah, kekecilan satu nomor
***
Di stan milik Shibori Hati (shibori & ecoprint) saya sempat ngobrol sebentar dengan pemiliknya, Bu Ratmiyatik. Selain kain, beliau juga menjual kaos ecoprint. Tapi yang membuat mata saya sejak awal melirik stan ini adalah karena kain ecoprint putih dengan warna daun hijau. Manis yaaa. Tapi jadi galau karena melihat kain lainnya yang berwarna peach. Meskipun sama-sama ecoprint tapi teknik perwarnaan kedua kain ini beda. Kain yang putih ini pakai teknik pounding, dipukul-pukul dengan palu kayu, sedangkan yang peach pakai teknik steam, dikukus dalam pewarnaannya.
Bagus yang manaa? :D *kode mas bojo*
Bu Ratmiyatik ini dahulunya penjahit, sebelum mulai terjun diusaha shibori & ecoprint. Karena itu beliau juga menjahit kain-kainnya untuk dipasarkan. Kadang lebih cepat dijual setelah jadi baju, menurutnya. Wah, kalau ini namanya dua skill yang saling menguatkan. Ngga ada drama, antara penjahit dan pemakai jasa (curhat), karena satu orang :')

Selain memproduksi dan memasarkan, Bu Ratmiyatik  juga membuka workshop secara privat kepada siapa pun yang ingin belajar teknik ecoprint. Biayanya kurang lebih 400 ribu, tergantung pilihan kelas yang ingin diambil. Semua alat dan bahan disediakan. Pembelajar tinggal datang, mendapat ilmu, dan pulang dengan membawa hasil karya. Jadi, bagi yang tertarik untuk belajar bisa menghubungi Shibori Hati di 0889-0287-9007 (nomor dicantumkan atas permintaan & persetujuan beliau).
***
Stan-stan Pasar Rakyat
Ada bermacam-macam produk lokal UKM yang dijual, mulai dari asesoris, kerajinan kulit, kain-kain (batik, shibori, ecoprint), makanan, kopi, dan teh. Produk-produknya memang lokal dan merakyat, namun kualitasnya mengglobal. Tidak ada ruginya berkunjung ke pameran UKM seperti ini karena kadang kita bisa menemukan apa yang dicari dan tidak ada di toko umum. Bahkan mungkin menemukan barang yang kita inginkan dengan harga yang lebih murah. Hanya melihat-lihat dan mencari inspirasi juga dibolehkan. Bisa saja sisi kreatif kita jadi tercolek dan akhirnya tergali.

Saya sendiri, setelah mendengar kisah dari stan para wanita UKM dari Gunung Kidul merasa tertampar dan diingatkan bahwa di luar sana ada mereka yang perlu berjuang mendapatkan hal-hal yang mungkin saya tidak perlu memperjuangkannya. Di sisi lain, hati saya juga terasa hangat mendengar hal-hal positif yang didapat mereka setelah berhasil memberdayakan kemampuannya. Semoga UKM yang  mereka kelola semakin berkembang dan meningkat hingga memberi dampak yang jauh lebih menyejahterakan dari yang sudah didapat sekarang.  

Selain itu, saya juga senang karena bisa membeli atau sekadar melihat produk-produk yang memikat lidah dan mata. Ngga bisa beli semua yang sih. Tapi, untung saja saya catat IG/sosial media mereka. Jadi, meski Pasar Rakyat sudah selesai, tetap memungkinkan saya untuk bisa membelinya *lirik manis ke Mas Bojo*. 
 ***
Yang  belum sempat ke sana? Rajin cek Instagram @plutjogja dan @diskopukm.diy ya, buat info  up-to-date seputar pameran UKM semacam ini :)




Salam Hangat, 


K

Asian Games 2018 : Kobaran Semangat Energi Asia dari Yogyakarta

Tuesday 17 July 2018 | 4 comments


Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games untuk kedua kalinya pada Agustus- September 2018 ini


Saya ingat betul saat bertandang ke Jakarta tahun lalu, semarak penyambutan event akbar ini sudah mulai terasa. Banyaknya baliho yang bertebaran, iklan-iklan digital di gedung pencakar langit, umbul-umbul yang terpasang,  spanduk yang terbentang di ruas-ruas jalan maupun yang menjadi penutup di sebuah angkringan tepi jalan. 


Semakin mendekatnya perhelatan besar ini, semakin deras pula putaran informasi yang tersebar baik di dunia nyata maupun dunia maya. Beragam progres persiapannya sudah mulai menghiasi segala lini berita. Berbagai informasi yang tersebar memperlihatkan bahwa pesta olahraga kali ini memang dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, mulai dari atlet, sarana dan prasana, serta hal-hal mendukung seperti acara, pengisi acara, bahkan hingga dibuatnya lagu  dan tarian khusus.


Tak ketinggalan semakin lengkap dengan hadirnya tiga maskot yang super menggemaskan namun penuh makna dan mewakili Indonesia: Bhin Bhin, seekor burung Cendrawasih (Paradisaea Apoda) berompi motif Asmat dari Papua yang merepresentasikan strategi. Atung, seekor rusa Bawean (Hyelaphus Kuhlii) bersarung motif tumpal Jakarta yang merepresentasikan kecepatan. Kaka, seekor badak bercula satu (Rhinoceros Sondaicus) berpakaian tradisional motif bunga khas Palembang yang merepresentasikan kekuatan

 
Bhin Bhin


 
Atung

 
Kaka

Saya yakin gegap gempita yang sama juga terjadi di masyarakat Indonesia saat menjadi tuan rumah pada 1962 meskipun dengan cara yang berbeda. Bahkan salah satu peninggalan Asian Games kala itu masih bisa kita saksikan di Jakarta hingga saat ini. Sebuah patung pemuda-pemudi di bundaran Hotel Indonesia yang sengaja dibuat untuk menyampaikan 'Selamat Datang' pada Asian Games 1962 (dan nampaknya masih bisa melakukan hal sama untuk Asian Games 2018 mendatang :))

***

Bukan hanya di Jakarta dan Palembang yang menjadi lokasi utama perlombaan, di Yogyakarta sendiri semangat penyambutan itu juga sudah mulai terasa. Hampir di setiap lampu merah pertigaan atau perempatan jalan dihiasi dengan spanduk berwarnan merah bertuliskan ‘Sukseskan Asian Games 2018’. Ini hanya satu dari sekian  banyak bentuk dan desain spanduk/baliho dengan tema sama yang tersebar di lingkungan Yogyakarta. 

foto : koleksi pribadi
foto : koleksi pribadi
foto : koleksi pribadi
foto : koleksi pribadi

Dukungan ini juga semakin besar dengan potensi dari beberapa atlet Yogyakarta yang lolos dan akan ikut bertanding pada Asian Games mendatang. Beberapa di antaranya adalah  Fitriyani dan Seto dalam cabang olahraga panjat tebing, Adrianida Irma Saleh dalam cabang olahraga penthatlon, Gunawan Pandu Khallista dalam cabang olahraga baseball, Toga Pramandita dalam cabang olahraga judo, Cindy Tugiyati dalam cabang olahraga sepak bola putri, dan  Tri Sukma Nugraeni dalam cabang olahraga rugby.

Puncak dukungan sebelum event besar ini terjadi pagi ini (17/07). Setelah beberapa waktu terakhir berbagai jajaran dan kalangan di Yogyakarta mempersiapkan diri agar acara ini terlaksana dengan aman dan baik tanpa halangan. 


"Menjelang pukul 08.00 pagi hari ini, deru suara pesawat  terdengar membahana di atas langit Yogyakarta,  tak hanya sebuah, namun beberapa..."

"Suara pesawat tempur", jawab saya kepada Suami setelah mengintip ke luar jendela. Melalui  pernyataan di akun twitter resmi milik TNI Angkatan Udara yang juga disertai cuplikan gambar terkabar bahwa pesawat Boeing milik TNI AU yang membawa Api Asian Games dari India telah sampai di Yogyakarta, di didampingi empat buah pesawat tempur sebagai penyambutan dan pengawalan. 
foto : akun twitter TNI AU @_TNIAU

Mengutip pernyataan Gubernur DIY "Bagi saya ini penghargaan bagi seluruh warga masyarakat DIY”. Mengamini pernyataan Beliau tersebut, bagi saya pribadi hal ini adalah sebuah kebanggaan yang harus didukung bersama seluruh masyarakat. Di mana tempat saya tinggal, Yogyakarta, mampu berandil besar dengan menjadi tuan rumah pertama bagi obor Asian Games  yang dibawa dari India untuk selanjutnya disatukan dengan Api Mrapen (abadi) dan dikirab ke beberapa kota di Indonesia.



Api semangat yang ditunggu-tunggu itu kini telah sampai di ibu pertiwi dan siap mengobarkan energinya ke seluruh penjuru tanah air.
Api Obor Asian Games 2018. foto : Instagram Humas Pemda DIY @humasjogja
Semoga kobarannya  mampu menjadi jiwa dari “Energy of Asia” dan terbentang pada keberagaman budaya, bahasa dan peninggalan sejarah. Agar mampu bersatu dan  menjadi kekuatan utama yang diperhitungkan dunia. (asiangames2018.id).



Salam Sukses Asian Games 2018,




K









 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------




Sumber Pustaka:
-      Instagram resmi Humas Pemda DIY @humasjogja
-          Twitter resmi TNI Angkatan Udara @_TNIAU
-          https://asiangames.tempo.co/read/1106237/persiapan-polisi-yogyakarta-sambut-kirab-obor-asian-games-2018

Stress Healing Class : Bebaskan Diri dan Menarilah

Wednesday 17 January 2018 | 3 comments

Ini postingan pertama di tahun 2018.

Hai, apakabar 2017 kalian? 
Buat saya 2017 adalah tahun yang cukup 'waw'.
Yang dengan jujur saya katakan,...kamu tahun yang tidak mudah ya:")

Mungkin karena itu, saya  langsung mengangguk setuju saat seorang teman meminta saya menjadi special guest di workshop yang akan ia buat, Stress Healing Class - temukan dirimu lewat tari. Niatnya, ngga benar-benar saya niatkan untuk meng-healing diri sih. Tapi membayangkan tubuh saya akan diajak buat bergerak ke sana kemari kok kayaknya  menyenangkan  ya.

Untungnya beneran ngga nyesel mutusin buat ikut. 

Meski pas hari H diawali dengan drama  teler, meler, bin masuk angin. Alhasil, tepat sebelum berangkat dipaksa Mas Bojo buat nenggak obat yang bikin sepanjang perjalanan tidur. Untungnya lokasi workshop, sejam lebih dari rumah. Jadi tidurnya bisa lama dan nyenyak.

Nyatanya, iklim positif emang berpengaruh banget ya buat kesehatan jiwa raga? Saya yang di awal-awal acara masih rada puyeng-puyeng ngga jelas akhirnya jadi kebawa suasana dan bisa ikut nikmatin.

kenalan dulu :)
blogger & influencer jogja
Workshop-nya dikemas dengan manis. Mulai dari pilihan tempatnya, di Joglo Abhayagiri  Resto. Suasananya tenang, jadi meskipun tempatnya terbuka namun tidak mengurangi fokus dan keintiman peserta dan pemateri. Restauran di atas bukit ini  punya view ngga nyantai syahdunya. Dari sini kita punya akses menatap langsung ke Merapi dan kompleks Candi Prambanan.

Makin cantik  dengan tambahan dekorasi  hiasan warna putih di beberapa sudutnya. Ngga dominan namun  cukup untuk menguatkan tema. Jadi lebih lengkap lagi karena makanan-makanan yang disajikan ngga sekedar gemesin tapi juga enaaak.

Terasa banget, suasana yang pas, memang membuat materi semakin mengena.

***
"Bebaskan diri dan Menarilah..."
Hampir ngga ada manusia yang bebas dari stress. Bedanya, ada mereka yang sukses mengelolanya sedangkan selebihnya adalah mereka yang terjebak dalam pusarannya. 
 
Mba Anggi, Psikolog dari Kemuning Kembar menganalogikan stress sebagai sebuah kekuatan yang mendorong kita dengan kuat. Jika kita melawan dengan mendorongnya balik maka akan terjadi tekanan yang menguras energi. Lantas bagaimana untuk mengatasinya? dance with it. Dengan menerima dorongan kemunculannya dan mengikuti geraknya. 
 
 
Mba Mila Rosinta kemudian melanjutkan sesi dengan mengajarkan beberapa dasar gerakan tari. Kami dikenalkan dengan dua gerak, gerak cepat dan gerak lambat. 
 
Konon orang-orang introvert membutuhkan latihan gerak cepat agar lebih 'keluar dan berenergi' sedangkan orang ekstrovert yang cenderung 'heboh' butuh latihan gerak lambat untuk belajar 'tenang dan tidak terburu-buru'.

Kalian termasuk yang mana?

Sesi terakhir adalah sesi kami dengan diri sendiri. 
 
Setiap orang diminta untuk membebaskan dirinya bergerak sekehendak hati. Menjadi dirinya sendiri. Boleh cepat, lambat, ataupun berganti-ganti. Boleh memejamkan mata, boleh juga membukanya. Bergerak sembari mengikuti irama dan menjadi diri sendiri.

bergerak
menarilah
hening
Saya termasuk yang bergerak ke sana kemari. Kadang bergerak cepat kadang melambat mengikuti alunan musik yang disajikan.
 
Tanpa disadari selepas menari saya keringetan parah. Basah sah.
Sampai ngga sadar kalau sakit dan puyengnya ikut ilang XD. 
Kayaknya butuh menari lagi ini haha. 
 
 ***
 
Menari memang salah satu cara yang tepat untuk merespon stress. Saya menyadari saat stress urat-urat wajah dan beberapa bagian di tubuh kita ikut menegang. Dan tarikannya menyakitkan. Semakin diingat semakin membuat pusing. Dengan menggerakkan badan atau menari saat stress muncul secara langsung akan membantu mengendurkan tarikan-tarikan dari ketegangan itu. Merilekskannya. Kuncinya, menggerakkan badan tanpa paksaan. Mengikuti alur tubuh ingin bagaimana.

Sebelum menari kala itu saya ingat, saya meniatkan diri ingin melepaskan penat. Meredakan keterburu-buruan waktu. Dan menikmati diri. Selesai menari, saya mendapatkannya. Terimakasih :)

yummy
:)
yeaay
Abhayagiri yang syahdu, tarian yang membebaskan,  penyelengara yang ramah dengan acara yang rapi, teman-teman baru yang penuh semangat, dan makanan-makanan yummy. Love!


Salam, 



K
© People & Place • Theme by Maira G.