Pingsan di Museum Batik Yogyakarta
"...anakmu mungkin akan menjadi arkeolog, kurator museum, dan hal-hal yang berhubungan dengan itu..."
Saya ngekek saat mendapati kata-kata ini. Lhah, biasanya saya dan teman-teman satu keilmuan yang sering diberondong pertanyaan "Mbaknya bisa baca pikiran saya dong?, Tau kepribadian saya?, Kira-kira saya cocoknya jadi apa ya?". Yang tentu akan kami jawab dengan muka kalem. Duh, maap kami bukan tukang ramal *nyengir*.
Eh, kali ini saya yang ditebak.
***
Tebakan ini malah bikin ingatan saya jalan mundur ke dua tahun silam. Saat si anak wedok masih diperut buncit. Saat Si Ibuk sok-sok an ngidam di minggu-minggu akhir pas perut udah mblendung gede. Sebenernya sih manfaatin cuti Si Bapak yang agak lama waktu itu. Bilang ngidam biar diturutin doang #eh ngga ding beneran ngidam kok.
Ngidamnya simpel. Minta jalan-jalan ke museum di Jogja, seeeee....baanyaaaak-banyaaaaaaknya. Nah, gampang dipenuhin kan. Cuma butuh ketelatenan dan kesabaran. Terutama bagi Si Bapak yang mengantar dan menemani. Karena Si Ibuk perutnya udah gede. Pipi bulet. Gampang capek. Jalan bentar, ngos-ngosan minta istirahat. Dikit-dikit kebelet pipis. Habis itu haus. Hufh. Eh bentar, ini tetep simpel kan ;)?
***
Nah salah satu yang kami kunjungi adalah museum batik.
Sebenernya, udah dari jaman mahasiswa aktif pengen ke museum batik. Cuma karena rumor tiketnya mahal eh ngga jadi pergi. Kalau ngga salah denger 20 ribuan. Dulu, denger segitu aja udah bikin mundur. Cemen banget ya. Apalah, kala itu saya memang hanya mahasiswa biasa yang penuh perhitungan. Gimana ngga perhitungan, dulu duit segitu bisa dapet Jogja Chicken 4 paket, uey! Mewah.
Duh, jadi bahas kemana-mana. Maapkeun.
Nah, ada kejadian yang bikin saya selalu ingat dengan museum ini. Bukan karena arsitekturnya. Kalau arsitekturnya sih biasa aja. Seperti
model rumah pada umumnya. Karena memang museum ini adalah rumah
pemiliknya yang dialihfungsikan menjadi ruang museum. Yap, jadi Museum Batik Yogyakarta memang bukan milik pemerintah, melainkan milik swasta/pribadi keluarga Bapak Hadi Nugroho.
Bukan juga karena koleksinya. Eh, tapi bukan berarti koleksinya ngga bagus ya. Bagus dan banyak banget!. Saking banyaknya, ngga semua koleksi batiknya dijembreng penuh buat memperlihatkan motifnya. Tapi beberapa koleksi digulung dan dilapisi plastik persis seperti kertas kado di toko.
Ada ribuan koleksi di dalam bangunan seluas 400 meter persegi. Mungkin karena itu kesannya jadi agak penuh. Di tiap ruangan dipenuhi papan kayu berlapis kaca untuk memamerkan koleksi. Di sisi tembok juga tidak luput oleh pajangan, lemari, dan bingkai-bingkai koleksi.
Koleksi batiknya sangat beragam. Ada batik Jawa Tengahan: Jogja - Solo, Pesisiran : Semarang - Demak - Cirebon - Lasem, Mbayat - Klaten, Madura, dan masih ada beberapa daerah lainnya.
Yang dipamerkan di sini bukan hanya kain batik. Ada koleksi perlengkapan membatik dan juga koleksi sulaman. Nah, saya malah terkesan dengan kebaya-kebaya sulam pitanya. Kebanyakan warnanya putih dan tepiannya disulam pita motif bunga-bunga kecil. Manis. Mengingatkan saya pada kebaya encim betawi kesukaan saya.
Sayang, ngga banyak foto dokumentasinya jadi ga bisa nunjukin. 90% foto di sana blur. Mungkin karena Si Bapak yang biasanya moto ciamik itu ga fokus. Karena kudu nemenin istri yang lagi rewel dan rapuh. Lebay ah.
Keluar dari ruangan terakhir saya emang udah rencana ngga mau langsung pulang. Niatnya, sambil istirahat dan liat-liat, saya masuk ke ruang museum yang menjual souvenir dan batik. Ngga lama disitu saya PIIINGSAAAAAN. Yang saya inget sebelumnya, badan rasanya ngga enak, ngga bisa mikir, lemes, ada aliran darah yang merosot, nggliyer. Trus ngga inget apa-apa.
Jaaaadi...ini nih kejadian yang bikin saya ngga akan lupa sama museum batik haha. Untung cuma ngga terlupakan. Ngga pake memalukan. Soalnya pengunjung hari itu cuma saya berdua sama suami. Lagian pingsannya juga slow motion dan cantik. Aman.
Pingsannya juga cuma sebentar banget kok. Kayak cuma semenit dua menit terus langsung sadar. Bangun-bangun udah ndlosor di bawah, ditemenin Minyak Kayu Putih, Si Bapak, Staff museum, sama Ibu Dewi. Iya, ibu Dewi, pemiliknya memang masih tinggal di sana.
Meski pakai kursi roda ibu Dewi ikut sibuk ngurusin saya. Nenangin sambil bilang "Ngga papa, itu karena kecapekan, udah hamil besar". Terus minta staffnya buat ambilin minum lagi. Sampe nyuruh ambilin bantal-bantal batik dagangannya juga buat dipake saya yang masih terduduk di lantai. "Ngga papa dipake, biar nyaman," katanya :").
Ibu Dewi akhirnya nemenin saya sambil cerita-cerita sedikit tentang museumnya. Tentang impiannya dan alm Bapak Hadi dulu saat membangun museum. Tentang project museum. Dan tentang sulamannya yang pernah mendapat penghargaan. Sebuah sulaman yang dibuat kala menemai sang suami yang tengah sakit. Yang ia buat dengan penuh kesabaran dalam waktu 3,5 tahun.
Bukan juga karena koleksinya. Eh, tapi bukan berarti koleksinya ngga bagus ya. Bagus dan banyak banget!. Saking banyaknya, ngga semua koleksi batiknya dijembreng penuh buat memperlihatkan motifnya. Tapi beberapa koleksi digulung dan dilapisi plastik persis seperti kertas kado di toko.
Ada ribuan koleksi di dalam bangunan seluas 400 meter persegi. Mungkin karena itu kesannya jadi agak penuh. Di tiap ruangan dipenuhi papan kayu berlapis kaca untuk memamerkan koleksi. Di sisi tembok juga tidak luput oleh pajangan, lemari, dan bingkai-bingkai koleksi.
Koleksi batiknya sangat beragam. Ada batik Jawa Tengahan: Jogja - Solo, Pesisiran : Semarang - Demak - Cirebon - Lasem, Mbayat - Klaten, Madura, dan masih ada beberapa daerah lainnya.
Yang dipamerkan di sini bukan hanya kain batik. Ada koleksi perlengkapan membatik dan juga koleksi sulaman. Nah, saya malah terkesan dengan kebaya-kebaya sulam pitanya. Kebanyakan warnanya putih dan tepiannya disulam pita motif bunga-bunga kecil. Manis. Mengingatkan saya pada kebaya encim betawi kesukaan saya.
Sayang, ngga banyak foto dokumentasinya jadi ga bisa nunjukin. 90% foto di sana blur. Mungkin karena Si Bapak yang biasanya moto ciamik itu ga fokus. Karena kudu nemenin istri yang lagi rewel dan rapuh. Lebay ah.
Keluar dari ruangan terakhir saya emang udah rencana ngga mau langsung pulang. Niatnya, sambil istirahat dan liat-liat, saya masuk ke ruang museum yang menjual souvenir dan batik. Ngga lama disitu saya PIIINGSAAAAAN. Yang saya inget sebelumnya, badan rasanya ngga enak, ngga bisa mikir, lemes, ada aliran darah yang merosot, nggliyer. Trus ngga inget apa-apa.
Jaaaadi...ini nih kejadian yang bikin saya ngga akan lupa sama museum batik haha. Untung cuma ngga terlupakan. Ngga pake memalukan. Soalnya pengunjung hari itu cuma saya berdua sama suami. Lagian pingsannya juga slow motion dan cantik. Aman.
Pingsannya juga cuma sebentar banget kok. Kayak cuma semenit dua menit terus langsung sadar. Bangun-bangun udah ndlosor di bawah, ditemenin Minyak Kayu Putih, Si Bapak, Staff museum, sama Ibu Dewi. Iya, ibu Dewi, pemiliknya memang masih tinggal di sana.
Meski pakai kursi roda ibu Dewi ikut sibuk ngurusin saya. Nenangin sambil bilang "Ngga papa, itu karena kecapekan, udah hamil besar". Terus minta staffnya buat ambilin minum lagi. Sampe nyuruh ambilin bantal-bantal batik dagangannya juga buat dipake saya yang masih terduduk di lantai. "Ngga papa dipake, biar nyaman," katanya :").
Ibu Dewi akhirnya nemenin saya sambil cerita-cerita sedikit tentang museumnya. Tentang impiannya dan alm Bapak Hadi dulu saat membangun museum. Tentang project museum. Dan tentang sulamannya yang pernah mendapat penghargaan. Sebuah sulaman yang dibuat kala menemai sang suami yang tengah sakit. Yang ia buat dengan penuh kesabaran dalam waktu 3,5 tahun.
Koleksi Batik |
Koleksi Alat Cap Batik |
Koleksi Sulaman |
Saya dan Ibu Dewi - udah sadar, mau pamit pulang ;) |
Museum Batik Yogyakarta
Lokasinya di Jl. Dr. Sutomo 13A Yogyakarta.
Buka
Senin-Sabtu jam 09.00 – 15.00 WIB.
HTM Rp. 20.000,- termasuk Guide. Ada pelatihan membuat batik Rp. 40.000,- per 1 jam.
Kontak: 0274-562-338, 085643123435 (Eko), 081328199070
(Didik) atau
email: infomuseumbatik@yahoo.com
Mendengar ceritanya dulu itu saya jadi sedikit tahu kenapa museum ini tetap berusaha bertahan menjadi milik pribadi. Karena tentu tidak mudah memberikan semua harta, sejarah, cinta, kisah, dan masa depanmu pada orang lain, meskipun ada hal baik lain yang mungkin akan didapat.
Semoga yang terbaik untuk Ibu Dewi yang baik, juga untuk Museum Batik dan kelangsungannya ke depan. Amin.
***
Nah, balik lagi. Jadi apa saya percaya tebakan di atas soal anak saya?
Saya percaya kalau setiap orang sudah diberikan garis nasib dan takdir, termasuk untuk K, anak wedok saya. Tapi jika kelak dia menjadi apa yang ditebak di atas, bisa jadi karena dari dalam perut sudah terbiasa mendengar, merasa, dan ikut melangkah ke museum dan tempat heritage hehe. Jadi saya mau bilang kalau segala sesuatu itu pasti ada sebab-musababnya, termasuk dalam urusan tebak-tebakan.
Gara-gara ini, sepertinya ke depan saya akan bongkar foto-foto perjalanan museum. Dan mulai bercerita satu persatu.
Salam,
Kachan
Aku ke museum batik kok nggak boleh foto ya :( Swmpet ketemu bu Dewi dan dapet banyak cerita dari beliau.
ReplyDeletemasa maaak, boleh kok waktu itu. klo yg sama sekali ga boleh di museum batik keraton. iya ibunya baik ya, dan suka cerita :")
DeleteYa ampun mbak, kok sampai pingsan, lho. Btw canggih bener ngeidamnya ;) Makasih infonya Mbak. Kapan kapan aku tak jalan jalan ke sana sama mas bojo :)
ReplyDeletewkwwkkwkw..teler kecapean kayaknya liyaaa...iya sana pacaran di museum sama imulss hihi
DeleteSuka banget sama batik, tapi aku belum pernah ke museum batik baru di pameran saja.
ReplyDeletemenarik sih, tp bikin mupeng soale biasanya cuma bisa diliat thok...heheheee...ayo ke museum batik mbaak ;)
DeleteKayaknya liburan yg akan datang mau ke musium batik ini deh😊 makasih infonya mbak 😀
ReplyDeleteasiiikkkk...sama samaaaa
DeleteIni bisa jadi referensi piknik sekolah nih. Ke museum Batik.
ReplyDeleteiyaa, bisa bgt...apalg bisa ikut kelas mbatiknyaa
DeleteKinuls jadi kurator museum?! akkk lucuk! Ntar kuratorin museum2 di UK, US, Perancis ya Nuls! uwuwu :3
ReplyDeletehahaaa nek gitu boleh bgt deh dek kamu jadi kurator eheheee...ibuk numpang ikut jalan2
DeletePingin bgt bisa ke museum batik...ya ampun sampe pingsan.kecapekan mungkin mb.
ReplyDeletehahaaa iyaa mbaa kayaknya emang kcapeaan.. ayo pinginnya dilaksanain
DeleteUntung gak papa ya, buktinya dah bisa foto2 xixixi
ReplyDeletebuahahaa kan pingsan cantik, jd abis sadar langsung batbet foto2 lagi ;D
DeleteUntung ngidamnya keliling museum ya Mba, kalo manjat tebing atau main kayak nanti ditebaknya jadi "anakmu kalo gede jadi Palapsiers ini nanti" hahaha :p
ReplyDeleteEnooppppp buahahaaaa XD
DeleteNgidamnya keren bener mba.. ��
ReplyDeleteBtw.menurut saya arkeolog itu keren, seksih dan sejenisnya.hihhii
Iyaaaaa, keren ya klo dengernyaa...dulu saya juga pengen jd arkeolog tp sayang kurang seksi *eh ga nyambung* ;p
DeleteEh batik di foto hitam putih keren juga :D
ReplyDeletebatiknya beneran dibikin hitam putih jg oke kayaknya hehe
Deleteada hikmah y mba pingsan jadi ditemuin sama BU Dewi deh foto bareng lagi hahaha...tapi untungnya sepi y mba n ga memalukan :)
ReplyDeleteXD iyaa mbaaaa
DeleteYa ampun kacccc bener2 memorable. Untungnya lalu membaik yaa, smga ga terulang. Aku kira td museum batik yg ullen sentaluu
ReplyDeleteYa ampun kacccc bener2 memorable. Untungnya lalu membaik yaa, smga ga terulang. Aku kira td museum batik yg ullen sentaluu
ReplyDeleteiyaa, jgn XD. Kalo hamilnya terulang lg gapapa sih wkwkwkwk. Di situ mah arsitekturnya kereen
Delete