SLIDER

#BatikIndonesia, Lebih dari Sekadar Motif dan Pengakuan Diri


BATIK MAHAL GILA!!!.
Demikian judul vlog terbaru milik salah seorang Youtuber kondang beberapa waktu lalu. Yang sontak membuat saya penasaran membukanya. 

Isi vlognya diawali dengan perjalanannya membeli baju batik untuk kondangan. Sampai di rumah dia baru sadar. Harga baju batik yang dia beli di pusat perbelanjaan ternama di Jakarta itu cukup fantastis untuk kantongnya. Setelah memperlihatkan wajah miris, galau, dan syoknya, kamerapun menyorot 2 buah baju batik yang tergeletak di atas kasurnya dengan nominal pricetag Rp 5.900.000,-.

Pesan moralnya. Penting mengecek harga sebelum membeli. Kedua jangan main-main dengan batik.
***
Benarkah Batik Mahal dan Eksklusif?
Sebenarnya, saya cukup yakin. Baju batik yang ia beli dengan nominal cukup WOW itu memang sudah harga yang pantas setelah mengalkulasikan seluruh proses mulai dari kainnya, motifnya, filososfi, pewarnaannya, dan juga desainnya. Apalagi toko  yang ia datangi memang sudah mashyur dengan 'ono rego ono rupo', harganya sesuai dengan kualitasnya.

Namun, jika mengalami hal serupa  reaksi sayapun pasti tidak akan jauh berbeda dengannya. Bisa jadi akan lebih parah. Memang, mengeluarkan kocek hampir 6 juta untuk satu baju batik belum menjadi pilihan saya. Bukan karena tidak rela dan tidak mau, lebih tepatnya belum merasa mampu. Jika kelak mampu, nampaknya akan berbeda cerita.
 
Batik Kombinasi Cap dan Tulis dengan Warna Alam Milik Sekar Jatimas. Photo by Kachan
Jangankan diangka jutaan, diangka ratusan ribu untuk selembar kain batik saja masih dirasa mahal untuk sebagian orang.
  
Hal ini dibenarkan juga oleh Bu Marlina, seorang pembatik di daerah saya, Gamping, yang juga tergabung dalam Kelompok Batik Sekar Jatimas. "Mahal ya" cukup banyak orang bereaksi demikian ketika ia memberitahu harga batik tulis dengan pewarna alam yang dipatok mulai dari 500 ribu rupiah.  

Bahkan seorang teman pernah mengatakan bahwa batik tulis itu terkesan sangat eksklusif dan hanya untuk kaum eksekutif saja. 

Karena belum paham proses...
Dari sudut pandang pembeli yang hanya melihat hasil dan belum memahami proses, mungkin reaksi itu wajar.  Terlebih jika mereka sering menjumpai 'kain batik' yang dijual dengan harga jauh lebih murah. 

Namun, bagi pembuatnya tentu harga tersebut sudah sesuai. Tentu saja, karena mereka mengalami sendiri prosesnya. Ada serangkaian proses panjang yang harus dilalui dalam membatik. Yang juga membutuhkan waktu yang tidak cepat dan ketelatenan yang luar biasa. 

Baca juga: Tenun Lurik Jogja, Mengangkat Potensi Kearifan Lokal yang [Belum] Punah

Diawali dengan proses Ngemplong, mencuci kain mori untuk menghilangkan kanji. Dilanjutkan dengan Nyorek, proses membuat pola. Bisa secara langsung maupun dijiplak. Kemudian Mbathik, yaitu menorehkan malam pada mori. Setelah itu Nembok, menutupi dengan malam bagian-bagian yang tidak boleh terkena warna dasar. Dilanjut lagi Medel, proses pencelupan kain yang sudah dibatik ke cairan warna secara berulang-ulang sampai warna yang diinginkan.  Belum berhenti, masih ada Ngerok, yaitu proses mengerok malam pada kain secara hati-hati kemudian dibilas bersih. Kemudian Mbironi dan Ngrining, menutupi warna biru dan mengisi bagian yang belum diwarnai dengan motif tertentu. Menyoga, mencelupkan kain ke dalam capuran warna cokelat (dulu memakai kayu soga). Yang terakhir adalah Nglorod, melepaskan seluruh malam dengan memasukkan kain ke dalam air mendidih.  

Proses Medel. Photo by Kachan
Tempat dan Perlengkapan Nglorod Batik Sekar Jatimas. Photo by Kachan
Njemur Batik 'Parijoto Salak' sebelum Diwarnai Kembali. Photo by Kachan
Prosesnya memang tidak terpatok harus demikian. Semua menyesuikan daerah dan kebiasaan masing-masing pembuat. Namun secara umum proses utama yang pasti dilakukan sama. Membuat pola, membatik dengan malam (baik tulis dengan canting maupun cap), dan proses pewarnaan yang berulang-ulang.
Dan proses ini semua tidak bisa instan. 
Bu Marlina menginfokan, untuk menghasilkan kain batik cap saja diperlukan waktu kurang lebih 5 - 10 hari. Untuk  batik campuran cap dan tulis agak lebih lama. Mencapai sekitar 2 minggu. Untuk batik tulis tentulah yang paling lama. Rata-rata prosesnya sebulan. Bisa lebih lama tergantung motif dan kerumitannya.

Segala proses dan lama waktu pembuatannya inilah yang menjadi sumber harga kain batik. Belum lagi jika batik tersebut buatan lama, langka, bermotif unik, bersejarah, dll. Pasti nilainya akan semakin bertambah lagi. 

Masih merasa batik tulis mahal dan eksklusif? Akhirnya semua ini menjadi relatif, bukan?

Karena rentang harga yang jauh...
Nampaknya, selain karena orang belum paham dan meresapi proses pembuatannya yang tidak gampang, rentang harga batik di pasaran yang terlalu jauh juga bisa menjadi alasan lainnya. 

Di suatu tempat kain batik bisa dihargai ratusan hingga jutaan perlembar. Di tempat lainnya, dengan uang 25 ribu - 50  ribu  sudah bisa memperoleh sebuah baju batik printing. Sangat timpang bukan? Karena jurang perbedaan harga,membuat satu pihak menjadi terkesan eksklusif sedang pihak lain menjadi merakyat. 

Batik yang Bukan Sekadar Motif
Yang perlu diluruskan, batik printing sebenarnya itu bukan tergolong batik. Agak salah kaprah ketika mengkategorikannya batik. Lebih tepatnya, ia adalah kain yang bermotif batik. Harganya demikian bisa jauh lebih murah karena tidak melalui proses membuat batik semestinya, melainkan melalui proses printing itu sendiri.

Sayangnya belum semua orang memahami ini. Untuk membedakan mana yang benar-benar batik dan yang hanya bermotif batik. Bagi mereka kain dengan motif Sekar Jakad, Sidomukti, Kawung atau Mega Mendung ya pasti batik. Padahal belum tentu. Karena batik bukan hanya sekadar motif namun juga berkaitan proses pembuatannya. 

Batik Printing Inovasi?
Namun demikian, ada pula yang  menganggap bahwa batik printing adalah salah satu produk inovasi perkembangan jaman dalam dunia batik. Dengan ini produksi batik bisa lebih cepat memenuhi permintaan pasar. Batik juga lebih bisa dinikmati semua kalangan karena menjadi ramah dikantong. 

Benarkah demikian? 
Bagi saya tidak. Lagi-lagi karena batik printing sendiri tidak bisa disebut batik. Menilik kembali pada pengertian dasarnya, bahwa batik adalah proses menulis/melukis di kain dengan media malam.  Maka printing yang tidak dilukis langsung maupun menggunakan malam tidak masuk kategorinya. Meskipun motif yang diprint memuat motif batik pada umumnya.

Berbeda dengan printing, batik cap masih bisa disebut sebagai inovasi dalam batik. Pembuatan pola dan penorehan malam digabung jadi satu dalam inovasi alat cap. Masih ada proses pelukisan maupun penggunaan malam meskipun dengan alat cap. 

Inovasi Edukasi
Sebenarnya, hal ini bukan perkara benar dan salah. Bukan berarti keberadaan  printing motif batik adalah salah dan harus dilarang beredar. Tidak demikian. Kita bisa melihatnya dari sudut pandang lain. Yang satu adalah produk perkembangan fashion, yang satunya produk budaya. Meski seakan sama sebenarnya masing-masing agak berbeda jalan. Maka yang harus diluruskan dan dijelaskan adalah perbedaan jalannya ini.

Mungkin untuk meluruskannya butuh inovasi lain yang tidak melulu berkaitan dengan proses produksi. Di tengah perkembangan era sekarang yang mulai menjauhi tradisi nampaknya inovasi dalam edukasi pengenalan batik itu sendiri juga perlu.

Masyarakat harus dibuat untuk lebih tahu makna dan nilai dari tradisinya ini. Harapannya, setelah paham orang akan  cenderung lebih menghargai. Sehingga bukan lagi hanya melihat 'harga fisik' dari produk budayanya.

Nah, peran inovasi dalam edukasi ini tentu bisa diambil siapa saja. Pemerintah, pemerhati, pemangku budaya, dan tentu saja para pelaku usaha. Bentuk edukasinya bisa bermacam-macam. Mulai dari informal hingga formal, sederhana hingga terkondisikan khusus.

Saya ambil contoh Mas Pop, seorang pelaku usaha batik. Pria ini secara tidak sengaja saya temui kemarin di salah satu pasar mingguan yang sedang marak di Jogja. Dia membuka lapak batik lasem di sana. Sekilas saya tahu kalau kain batik yang dibawanya 'bernilai'. Meski sejak awal tahu kami tidak berniat beli, beliau tetap ramah menjelaskan batiknya itu. Mulai dari sejarahnya, pembuatnya, motifnya, dan merembet ke berbagai hal yang terkait. Kami juga dipersilahkan memegang dan merasakan 'kekhasan'nya yang memang berbeda. Hingga kami yang mendengar akhirnya cukup paham asal muasal 'nilai harga' batik tersebut. 

Dari situ saya tahu beliau bukan hanya sekedar berjualan namun juga mengedukasi tentang batik. Hal yang belum banyak saya jumpai dari penjual batik.
Mas Pop Menjelaskan Batik dan Lasem. Photo by Kachan
Batik Lasem Mas Pop. Photo by Kachan
 
 

Sepertinya, peran konsumen dalam proses edukasi batik juga penting. Setidaknya kita bisa mengubah peran aktif menjadi lebih pasif. Caranya, dengan belajar mengubah reaksi "Kok mahal ya?" dengan "Apa yang membuat harga batiknya sekian...?". Ibaratnya, ini membantu membuka jalan untuk mendapat edukasi langsung tentang nilai batik tersebut.
***
Pengakuan dunia pada batik Indonesia 2009 silam memang menjadi salah satu tonggak bersejarah dalam batik. Hari batik ditetapkan. Permintaan pasar meningkat. Semua berlomba ingin memperlihatkan pada dunia warisan budayanya itu.  Kain-kain bermotif batik (bukan batik) semakin banyak bermunculan. Bahkan ada yang bukan dipasok dari negeri sendiri. Kontradiktif. Ini akhirnya malah menjadi PR baru dalam dunia batik.

Kini, sudah sekian tahun selepas perayaan itu. Sudah saatnya kita juga perlu beranjak untuk memahami nilai produk budaya lebih baik. Belajar mengerti dan menghargai juga merupakan salah satu gerbang untuk ikut melestarikannya. Karena kita akan belahar tidak sekadar melihat harga fisik saja. 
Semoga inovasi edukasi bisa menjadi gerbang untuk belajar bersama. Dan menjadi salah satu solusi bagi para penjaga produk budaya yang tengah memperjuangkan tradisi di negeri ini.

Dan untuk kita semua, jangan sampai hanya tenggelam dalam euforia pengakuan diri dari dunia namun mengenyahkan makna produk budaya itu sendiri. Lagi-lagi, karena batik lebih dari sekadar motif.



Salam Budaya, 


Kachan

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber:
- Wawancara Ibu Marlina, Ketua Batik Sekar Jatimas, Gamping 
- Proses Pembuatan Batik : http://www.rumahbatik.com/artikel/130-proses-pembuatan-batik.html 

44 comments

  1. Kalau yg batik tulis emang harganya mahal, di daerah Bantul juga ada sentra batik ,yg batik tulis paling murah 300an Mak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mbaaa,,,untuk batik tulis memang rata2 plg murah diangka 300an :)

      Delete
  2. mau dong kain batiknya

    ReplyDelete
  3. Batik kini berkembang dan menjadi trend fashion yang menakjubkan.

    Kalau melihat dan mengikuti proses pembuatan batik, memang sangat wajar jika harganya juga mwngikuti. Aku.pernah ikut workshop membatik selama sehari, hny bs menyelesaikan 1 lembar kain ukuran 20 cm x 20 cm, itupun pola nya sdh disediakan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup, bener mbaa...aku waktu sma ikut ekskul batik. satu semester baru jadi itu pun ukuran 40 x 40 cm hehe....pelan-pelan ditelateni tiap minggu hihi. jd kerasa deh knp harganya sgitu >.<

      Delete
  4. Ooh jadi yang bisa disebut batik seharusnya yang benar2 ditulis menggunakan canting itu yah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbaa :)
      ada beberapa yg bilang batik cap masih bisa disebut batik, sih..

      Delete
  5. Bagi saya batik 300rb sudah mahal banget :D intinya sesuai kemampuan ya mba..karena semakin mahal tentu semakin baik bahannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. yess, sama lebih ke blajar memahami makna nilainya juga di luar harga fisiknya :)

      Delete
  6. Batik memang harganya rata-rata nggak murah, tapi yg nggak murah itu ya kain dan kualitas batiknya oke

    ReplyDelete
  7. Aku pernah beli batik yang harganya menurut ukuran kantongku ya mahal, tapi sesuailah karena bukan batik printing, batik dari motif dan brand terkenal, plus sutra pula. Puas sih, walau kemudian merasa miskin kantong :D
    Aku memang suka dengan Batik dan wastra lainnya, lebih karena suka motif-motifnya. Batikku entah berapa banyaknya, termasuk yang darimu, sampai suamiku bilang bisa toko online, dan males ngejahitnya karena sayang kalau dipotong-potong.
    Good luck ya Qachan <3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahaaa, aku baru itungan jari beli batik tulis. Emang kerasa ya pas ngeluaring uangnya tapi puas dan bahagia bgt. Karena tau yang dibeli memang bagus dan bernilai...

      yang aku kasih bukan printing sih, tp masih batik cap ;p. ayo dijait, mak beberapa. biar menularkan pesonanya ke orang2 yang liat. aku baru mulai ngejaitin batik yang dipunya nih hehe

      Makasih mak indaah :*

      Delete
  8. Sepakat Mba ono rego ono rupo.
    Untuk batik tulis yang proses pengerjaannya rumit dan lama tentu wajar mahal, sepantasnya malah wajar. Karena itu kan karya seni. Susah kali mengaplikasikan lilin di motif serumit itu.
    Semoga batik tulis tetap lestari ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa, aku dulu waktu blajar paling susah mengaplikasikan malam. Mbleber2 dan ga segampang itu ternyata >.<

      Iya, smogaa tetap membudaya dan lestari :)

      Delete
  9. Semakin lama proses.pembuatannya batik biasanya semakin mahal dan pastinya awet warnamya mbk. 😊

    ReplyDelete
  10. Proses membuat batik memang tak mudah ya mba. Kalau harga mahal ya mungkin sepandan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggaa mudah banget. pernah nyoba bikin tp ga telaten :")

      Delete
  11. terbukti bangat maks, batik tulis emg awet bgt kok,wajar klo harganya mahal dgn prosesnya yg rumit. saya aja punya warisan batik tulis dari simbah smp skrg masih kece buat ke kondangan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huaaa saya ngga punya warisan batik. Yang lama2 biasanya emang keren bgt ya. Makanya biasanya smakin lama semakin mahal....

      Delete
  12. Aku pernah belajar ngebatik dan itu susahhh ciinn ����.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Samaaa....
      Sekali dan blm nita nyoba lagi. Tapi kyknya menarik buat blajar lg nih hehee

      Delete
  13. Kalo batik yg harganya mahal itu biasanya emang jaminan kualitas ya mak. Aku pernah beli yg murah tp ternyta warnanya gampang pudar. Iya sih ono rego ono rupo.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, apalg beli ditempat yg memang sudah punya nama, Mak :))

      Delete
  14. Dibandingin kain biasa, jelas batik lebih mahal. Tapi memang bener, kalo udah tahu prosesnya, pasti gak akan ngomong gitu. Batik itu eksklusif. Alhamdulillah saya punya cukup banyak baju batik. Cantik sih.... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lempar satu ke jogja, Mak ;D Saya punya beberapa blm banyak :")

      Delete
  15. Itu yang monochrome naksir berat. Apik banget.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha iya menarik yaa. Tapi itu abis kering mau ditambah warna lain, Mak. Pink kalo ngga salah denger kemarin hweheeheee

      Delete
  16. kalau batik tulis mah mungkin harganya memang mahal karena kan handmade

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya :") mana handmadenya ga nanggung2 yak. Prosesnya banyakss

      Delete
  17. Sayangnya, masih banyak orang yang belum kuat untuk membeli batik tulis. Salah satunya saya. Sebenernya pengen banget beli, tapi ya itu, kocek saya masih belum tebal.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa, emang lumayan ya. Tp harganya emang ga mengurangi rasa kagum kita sama batik tulis. Soalnya sesuai ya. Moga rejeki kita ditambah biar bisa beli hihi :)

      Delete
  18. Jadi inget batik yang ada di Kraton Kasultanan... Di dalem ruangannya gak voleh foto, saking berharganya motif batik tersebut. Warisan budaya memang nggak akan lekang waktu selama kita ikut menjaganya :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, dibagian ruang museum batik keraton ya. Koleksi2 bersejarah dan langka itu.

      Delete
  19. Jadi inget batik yang ada di Kraton Kasultanan... Di dalem ruangannya gak voleh foto, saking berharganya motif batik tersebut. Warisan budaya memang nggak akan lekang waktu selama kita ikut menjaganya :')

    ReplyDelete
  20. keren, bagus2. mbk nya juga cantik2. ups, gagal fokus.

    ReplyDelete
  21. kok lagi banyak yang bahas batik ya, atau lagi ada lomba?

    ReplyDelete
  22. Mahal murah relatif sih, kalo emang pembuatnnya yang susah dan handmade wajar kalo mahal

    ReplyDelete
  23. saya suka batiiik, dr yg printing, cap, smp yang tulis.
    yg tulis harganya mesti lebih mahal..aku punya bebera aja sih tp memang puas jadinya

    ReplyDelete

© People & Place • Theme by Maira G.